Pengertian kepemimpinan transaksional
merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang intinya menekankan transaksi di
antara pemimpin dan bawahan. Kepemimpinan transaksional memungkinkan pemimpin
memotivasi dan mempengaruhi bawahan dengan cara mempertukarkan reward
dengan kinerja tertentu. Artinya, dalam sebuah transaksi bawahan dijanjikan
untuk diberi reward bila bawahan mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat bersama. Alasan ini mendorong Burns untuk
mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang
mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu menyelesaikan
dengan baik tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan transaksional menekankan proses
hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis
dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama.
Menurut Bass (1985), sejumlah langkah
dalam proses transaksional yakni; pemimpin transaksional memperkenalkan apa
yang diinginkan bawahan dari pekerjaannya dan mencoba memikirkan apa yang akan
bawahan peroleh jika hasil kerjanya sesuai dengan transaksi. Pemimpin
menjanjikan imbalan bagi usaha yang dicapai, dan pemimpin tanggap terhadap
minat pribadi bawahan bila ia merasa puas dengan kinerjanya.
Dengan demikian, proses kepemimpinan
transaksional dapat ditunjukkan melalui sejumlah dimensi perilaku kepemimpinan,
yakni; contingent reward, active management by exception, dan passive
management by exception. Perilaku contingent reward
terjadi apabila pimpinan menawarkan dan menyediakan sejumlah imbalan jika hasil
kerja bawahan memenuhi kesepakatan. Active management by exception,
terjadi jika pimpinan menetapkan sejumlah aturan yang perlu ditaati dan secara
ketat ia melakukan kontrol agar bawahan terhindar dari berbagai kesalahan,
kegagalan, dan melakukan intervensi dan koreksi untuk perbaikan. Sebaliknya, passive
management by exception, memungkinkan pemimpin hanya dapat melakukan
intervensi dan koreksi apabila masalahnya makin memburuk atau bertambah serius.
Berdasarkan uraian di atas, perbedaan
utama antara kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat
diidentifikasi yakni, bahwa inti teori kepemimpinan transaksional terutama
menjelaskan hubungan antara atasan dan bawahan berupa proses transaksi dan
pertukaran (exchanges process) yang bersifat ekonomis, sementara teori
kepemimpinan transformasional pada hakikatnya menjelaskan proses hubungan
antara atasan dan bawahan yang di dasari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan
asumsi-asumsi mengenai visi dan misi organisasi. Hal ini bermakna, bahwa
pandangan teori kepemimpinan transaksional mendasarkan diri pada pertimbangan
ekonomis-rasional, adapun teori kepemimpinan transformasional melandaskan diri
pada pertimbangan pemberdayaan potensi manusia. Dengan kata lain, tugas
pemimpin transformasional adalah memanusiakan manusia melalui berbagai cara
seperti memotivasi dan memberdayakan fungsi dan peran karyawan untuk
mengembangkan organisasi dan pengembangan diri menuju aktualisasi diri yang
nyata.
Meskipun masih banyak yang harus dikaji
tentang kepemimpinan transformasional, namun terdapat cukup bukti dari
hasil-hasil berbagai jenis penelitian empiris untuk mengusulkan beberapa
pedoman sementara bagi para pemimpin yang mencoba untuk mentransformasikan
organisasinya serta budayanya, dan bagi para pemimpin yang ingin memperkuat
budaya yang ada dari suatu organisasi. Lebih khusus lagi, pedoman-pedoman
dimaksud adalah sebagai antisipasi terhadap berbagai hal yang mungkin dihadapi
pada abad ke-21. Beberapa pedoman tersebut, adalah sebagai berikut: (a)
Kembangkan sebuah visi yang jelas dan menarik; (b) Kembangkan sebuah strategi
untuk mencapai visi tersebut; (c) Artikulasikan dan promosikan visi tersebut;
(c) Bertindak dengan rasa percaya diri dan optimis; (d) Ekspresikan rasa
percaya kepada para pengikut; (e) Gunakan keberhasilan sebelumnya dalam
tahap-tahap kecil untuk membangun rasa percaya diri; (f) Rayakan keberhasilan;
(g) Gunakan tindakan-tindakan yang dramatis dan simbolis untuk menekankan
nilai-nilai utama; (h) Memimpin melalui contoh; (i) Menciptakan, memodifikasi
atau menghapuskan bentuk-bentuk kultural; dan (j) Gunakan upacara-upacara
transisi untuk membantu orang melewati perubahan.
Abad 21 juga mengisyaratkan diperlukannya
global leadership dan mind set tertentu. Seiring dengan dinamika
perkembangan global, berkembang pula pemikiran dan pandangan mengenai
kepemimpinan global (global leadership), yang akan banyak menghadapi
tantangan dan memerlukan berbagai persyaratan untuk suksesnya, seperti dalam
membangun visi bersama dalam konteks lintas budaya dalam kemajemukan hidup dan
kehidupan bangsa-bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar