Abad 21 ditandai globalisasi, kehidupan manusia telah mengalami
perubahan-perubahan fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan dalam abad
sebelumnya. Perubahan-perubahan besar dan mendasar tersebut menuntut penanganan
yang berbeda dengan sebelumnya. Peter Senge (1994) menyatakan bahwa ke depan
keadaan berubah dan berkembang dari detail complexity menjadi dynamic
complexity. Interpolasi perkembangan sebagai dasar perkiraan masa depan,
menjadi sulit bahkan sering salah, bukan saja karena parameter perubahan
menjadi sangat banyak, tetapi juga karena sensitivitas perubahan yang lain
dalam lingkup yang luas, dan masing-masing perubahan menjadi sulit
diperkirakan. Abad ke-21 juga abad yang menuntut dalam segala usaha dan hasil
kerja manusia termasuk di bidang kepemimpinan. Drucker bahkan
menyatakan, tantangan manajemen pada Abad ke-21 adalah berkaitan dengan “knowledge
worker“, yang memerlukan paradigma manajemen baru, strategi baru, pemimpin
perubahan, tantangan informasi, produktivitas pegawai berbasis pengetahuan, dan
kemampuan mengelola diri sendiri (Drucker, 1999).
Gelombang globalisasi itu sendiri selain menghadapkan tantangan juga peluang.
Dengan kata lain, globalisasi memiliki dampak-dampak positif dan negatif. Salah
satu dampak globalisasi dapat berupa bentuk-bentuk proteksionisme baru.
Meskipun batas-batas negara, perdagangan bebas pada tahun 2003 ini mulai
diberlakukan, namun demikian bentuk-bentuk proteksionisme yang tidak
kelihatan akan muncul. Oleh sebab itu, yang dituntut di dalam masyarakat Abad
21 ialah kepemimpinan yang unggul atau “super”. Ulrich (1998) dalam
kaitan ini menawarkan empat agenda utama pengembangan kepemimpinan pada abad
ke-21 agar tetap menjadi “champion”, adalah: (1) menjadi rekan yang
stratejik, (2) menjadi seorang pakar, (3) menjadi seorang pekerja ulung, dan
(4) menjadi seorang “agent of change”. Sebab, menurut Ulrich, masyarakat
pada Abad 21 adalah suatu masyarakat mega-kompetisi. Pada Abad 21, tidak ada
tempat tanpa kompetisi. Kompetisi telah dan akan merupakan prinsip hidup yang
baru, karena dunia terbuka dan bersaing untuk melaksanakan sesuatu yang lebih
baik. Disisi lain, masyarakat kompetitif dapat melahirkan manusia-manusia yang
frustasi apabila tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Masyarakat
kompetitif dengan demikian, menuntut perubahan dan pengembangan secara terus
menerus.
Adapun dampak negatif globalisasi atau lebih tegas lagi merupakan ancaman antara
lain ancaman terhadap budaya bangsa; lunturnya identitas bangsa; lunturnya
batas-batas negara bangsa; dan ancaman-ancaman organisasional lainnya.
Kesemuanya, apabila tidak segera dilakukan perbaikannya bukan tidak mungkin
akan mengancam kelangsungan hidup suatu negara. Bahkan lebih dari itu, kesatuan
dan persatuan suatu bangsa dan negara dapat terkoyak dan terpecah belah. Dengan
kata lain, bahwa dampak globalisasi akan menjadi ancaman yang makin besar dan
serius, lebih-lebih apabila organisasi tidak memiliki kepemimpinan yang kuat.
Gambaran di atas menunjukan bahwa, pada Abad 21 diperlukan paradigma baru
di bidang kepemimpinan, manajemen, dan pembangunan dalam menghadapi berbagai
permasalahan dan tantangan baru. Penyusunan paradigma baru menuntut proses
terobosan pemikiran (break through thinking process), apalagi jika yang
kita inginkan adalah output yang berupa manusia, barang, dan jasa yang
berdaya saing. Dalam kaitan hal tersebut, berikut akan disajikan tentang
pokok-pokok pemikiran “Kepemimpinan dalam Abad 21”, dengan tetap memperhatikan
berbagai perkembangan paradigma kepemimpinan sebelumnya yang dipandang valid
dalam menghadapi pokok permasalahan dan tantangan abad ini.
Menurut Chowdury (2000) manajemen pada Abad 21 akan tergantung pada 3
faktor yang menopangnya, yakni kepemimpinan, proses, dan organisasi. Asset yang
paling berharga bagi pemimpin Abad 21 adalah kemampuan untuk membangun impian
seperti dilakukan para entrepreneurs. Faktor pertama, Pemimpin
Abad 21 adalah pemimpin yang memiliki kompetensi berupa kemampuan mengembangkan
peoplistic communication, emotion and belief, multi skill, dan
juga memiliki next mentality. Pemimpin yang berhasil dalam mengejar dan
mengerjakan impian-impiannya menggunakan komunikasi, dan memberikan inspirasi
kepada setiap orang dalam organisasi untuk juga meyakini impiannya. Sebab itu,
kompetensi sang pemimpin ditandai dengan sikap peoplistic bukan individualistic.
Diingatkan oleh Chowdury bahwa “You can have the best communication system,
but if you areindividualistic as a leader the organization suffers”.
Seorang komunikator yang peopulistik mengembangkan iklim yang bersahabat di
mana setiap orang dapat berkomunikasi secara cepat. Dalam organisasi yang besar
komunikasi dapat mengalami kegagalan karena jenjang birokrasi dan orang hanya
menerima sekitar 10% dari informasi yang dibutuhkannya. “The 21st century leader will be a firm believe in such
peoplistic communication, which is fast and all envolving”.“You should touch
the heart, touch the mind, touch the emotion”. Komitment emosional sangat
berharga bagi manajemen. Untuk mendapatkan komitmen terhadap suatu strategi
baru, dapat ditempu dengan melibatkan orang-orang dalam penyusunan startegi
tersebut, dan dengan mengurangi jangka waktu antara konsptualisasi strategi dan
pelaksanaannya. Sedangkan mengenai believe, dikemukakan bahwa “That
should be the 21st century
leader’s watchword”; dan ada perbedaan mendasar antara memenrima (accepting)
dan mempercayai (believing). Bertalian denga kompetensi multi skill,
Chowdury memandang bahwa “twenty first century leaders will become more
multi-skilled than their 20th”…”One of the
important characteristics of multi-skill leader is the abality to encourage
diversity”. Sebab, tantangan organisasional sesungguhnya pada Abad 21 bukanlah jarak
geograpikal, melainkan diversitas kultural. Mengenai next mentality, yang
dipandang sebagai kunci keberhasilan oragnisasi Abad 21, meliputi hard
working, never satisfied, idea-centric, curious, dan persistent. Kompetensi
lain menurut Chowdury adalah sentuhan emosional (emotion) dan kepercayaan
(belief). Emosi dalam pengertian century predecessors
Faktor kedua, Proses Abad 21 fokus pada kegiatan inti (core
pactices), meliputi 4 area kritis berupa grass root education, fire prevention,
direct interaction, dan effecrive globalization. Grass root education
dimaksudkan pendidikan dan pelatihan yang melibatkan seluruh staff tanpa
diskriminasi, dari pimpinan sampai staff biasa. Fire prevention
dimaksudkan sebagau wawasan dan upaya untuk meningkatkan durasi kemanfaatan
teknologi dalam produksi dan distribusi produk-produk tertentu. Direct
interaction, organisasi Abad 21 menekankan lebih pada entusisme pelanggan
di samping kepuasannya; “Customer enthusiasism means excitement and loyalty on
the part of customer, fuelled by the service and producta available to them
exceeding their expectations”. Effecrive globalization; gloablisasi selalu
mengandung resiko yang berbeda antara negara yang satu dengan yang lainnya.
Permasalahannya adalah berapa cepat respons dalam menghadapi perubahan dramatik
yang terjadi. Dalam hubungan itu, Chowdury berpandangan bahwa manajemen harus :
study local culture, local market, and local competition; prepare a busisness
model that effectively seves the market needs; select the right strategic local
partner or group with thw bwst local market knowledge; encourage employees by
maintaining local values; introduce new and innovative product, with local
flavour.
Faktor ketiga, Organisasi Abad 21 yang komit terhadap kualitas
sumber daya manusia. “The driving force of behind a 21 st century
organization will be it people…People manage people, inside and outside an
oraganization. Effective management of people is a challlenge managers will
increasingly face in the 21 st century”.
Berbagai kompetensi kepemimpinan yang telah dikemukakan terdahulu, seperti
yang dikemukanan Spencer dan Kazanas, Warren Bennis, Kanter akan tetap
diperlukan bagi kepemimpinan dan pemimpin Abad 21. Dalam rangka pengembangan
pemikiran tersebut ada baiknya apabila kita eksplorasi dan simak kembali
berbagai pandangan mengenai kepemimpinan dan pemimpin yang dikemukakan beberapa
ahli. Cooper dan Sawaf (1997: p. 15), mendefinisikan kepemimpinan
sebagai kemampuan seseorang pimpinan dalam merasakan, memahami, dan secara
efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,
koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Bethel, mengemukakan bahwa,
kepemimpinan merupakan pola keterampilan, bakat, dan gagasan yang selalu
berkembang, bertumbuh, dan berubah. White Hodgson, dan Crainer
(1997:129-163), berpendapat kepemimpinan masa depan adalah pemimpin yang
terus belajar, memaksimalkan energi dan menguasai perasaan yang terdalam,
kesederhanaan, dan multifokus. Oleh karena itu, dinyatakan bahwa kualitas
menjadi penting dan kuantitas tidak lagi menjadi keunggulan bersaing. Mencari
pengetahuan dan menggali ilmu harus terus dilakukan bagi pemimpin masa depan,
hal ini sangat penting sebab ilmu pengetahuan merupakan energi vital bagi
setiazp organisasi. Sejalan dengan pendapat ini, Kotter (1998),
mengemukakan bahwa kemampuan seseorang pemimpin masa depan meliputi kemampuan
intelektual dan interpersonal untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Pemimpin masa depan haruslah orang memiliki landasan values, misi,
visi dan tujuan yang jelas. Bagi organisasi yang menginginkan kinerja maksimal
(result ataupun outcome) maka, menurut Willopo (2002), tidak
cukup hanya memiliki value, misi dan tujuan, tetapi diperlukan
persenyawaan antara wilayah kewenangan (authorizing environment) dan
wilayah kapasitas operasional (operasional capacity)
Menurut
Mudrajad Kuncoro, Kompetensi yang dibutuhkan oleh pemimpin antara lain:
|
· proactivity
· problem solving
· relation building
· teamwork
· vision
|
Sedangkan karakteristik yang membedakan kepemimpinan Abad 20 dengan
Kepemimpinan Abad 21 antara lain adalah:
Karakteristik
|
20th Century
|
21st Century
|
Organization
Focus Style Source of Strength Structure Resources Operations Products Reach Financials Inventories Strategy Leadership Workers Job Expectations Motivation Improvements Quality |
The Pyramid
Internal Structured Stability Self-sufficiency Atoms – physical assets Vertical integration Mass production Domestic Quarterly Months Top-down Dogmatic Employees Security To compete Incremental Affordable best |
The Web or
Network
External Flexible Change Interdependencies Bits – information Virtual integration Mass customization Global Real-time Hours Bottom-up Inspirational Employees/ free agents Personal growth To build Revolutionary No compromise |
Ronald Heifetz dan Laurie (1998) berpendapat, kepemimpinan masa depan adalah
seorang pemimpin yang adaptif terhadap tantangan, peraturan yang menekan,
memperhatikan pemeliharaan disiplin, memberikan kembali kepada para karyawan,
dan menjaga kepemimpinannya. Ditambahkan, kepemimpinan harus selalu menyiapkan
berbagai bentuk solusi dalam pemecahan masalah tantangan masa depan. Dalam
kaitannya dengan adaptasi terhadap perubahan, ditekankan pada pemanfaatan
sumber daya manusia. Untuk itu, perlu dikembangkan peraturan-peraturan baru,
hubungan dan kerjasama yang baru, nilai-nilai baru, perilaku baru, dan
pendekatan yang baru terhadap pekerjaan.
Demikian pula halnya beberapa gaya, tipologi, atau pun model dan teori
kepemimpinan yang telah berkembang pada dekade-dekade akhir Abad 20 yang
relevan dalam menghadapi tantangan dan permasalahan Abad 21, dapat kita
pertimbangkan dalam mengembangkan Kepemimpinan Abad 21, termasuk kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional sebagai alternatif model
kepemimpinan Abad ke-21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar