Teknologi
telah menciptakan perubahan di setiap lini kehidupan, termasuk dalam aktivitas
organisasi. Perubahan ini terutama dapat dilihat dan dirasakan dalam
berkomunikasi. Ya, teknologi—terutama internet—telah menggiring dunia memasuki
era sosial, yang salah satunya ditandai dengan lahirnya beragam media sosial.
Kelahiran media sosial memberikan
lebih banyak sarana bagi orang untuk berkomunikasi. Sebut saja Twitter dan
Facebook sebagai contoh yang paling populer saat ini. Banyak pemimpin dunia
telah memanfaatkan Twitter dan Facebook untuk berkomunikasi dan menyampaikan
pesan kepada banyak orang. Menurut studi Burson-Marsteller, sebuah perusahaan
humas dan komunikasi yang berbasis di New York, AS, setidaknya sebanyak 264
pemimpin dari 125 negara telah memiliki akun Twitter. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 30 kepala negara mengelola sendiri akun mereka
Menurut studi yang dilansir pada
bulan Juli 2012 tersebut, Presiden Barack Obama adalah pemimpin yang paling
populer di Twitter. Akun @BarackObama memiliki sekitar 18 juta follower. Akun tersebut
juga di-follow oleh 76 pemimpin negara dan pemerintahan dari negara-negara
sahabat AS.
Selain Obama, beberapa pemimpin
dunia lainnya yang memanfaatkan Twitter adalah Presiden Prancis Francois
Hollande (@Fhollande),
Presiden
Brasil Dilma Rousseff (@DilmaBR), Perdana Menteri Inggris David Cameron
(@Number10gov), PM Malaysia Najib Razak (@NajibRazak), dan PM Singapura Lee
Hsien Loong (@leehsienloong).
Barack Obama merupakan pemimpin
dunia pertama yang mendaftarkan dirinya ke Twitter, yakni pada 5 Maret 2007.
Pemimpin dunia kedua yang melakukan hal tersebut adalah Presiden Meksiko,
Enrique Pena Nieto, lewat akun @EPN. Nieto membuat akun Twitter pada bulan yang
sama dengan Obama.
Di Indonesia, beberapa pemimpin
daerah sudah mulai memanfaatkan Twitter. Di antaranya adalah gubernur terpilih
DKI Jakarta Joko Widodo (@jokowi_do2) dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama
(@basuki_btp), dan mantan walikota Yogyakarta Herry Zudianto (@herry_zudianto).
Kendati demikian, era sosial bukan
semata soal media sosial. Era sosial tidak hanya ditandai dengan lahirnya media
sosial dan pemanfaatannya. Era sosial juga ditandai dengan kebangkitan
komunitas.
Di era industri, seseorang bisa
disebut sebagai pemimpin jika dia memiliki jabatan atau posisi yang memberinya
kekuasaan. Tetapi di era sosial, kepemimpinan seseorang tak lagi hanya diukur
dari posisi dan jabatannya. Ide, komunitas, dan tujuanlah yang akan memberikan
kekuasaan bagi pemimpin di era sosial. Hal ini dipaparkan oleh Nilofer Merchant,
pendiri dan CEO perusahaan Rubicon, dalam bukunya yang berjudul 11 Rules for Creating Value in the
Social Era. Merchant juga merupakan dosen di Universitas Standford.
Menurut Merchant, di era sosial, organisasi harus
memiliki tujuan untuk menciptakan value bagi banyak orang. Karena
itu, yang dituntut dari seorang pemimpin di era sosial bukan hanya harus
memiliki tujuan dan ide yang cerdas, tetapi juga harus fokus dengan tujuannya.
Ia dituntut untuk mampu menyelaraskan seluruh elemen dalam organisasinya. Hal
utama yang harus dimiliki oleh sebuah organisasi untuk bertahan di era sosial
adalah kemampuan untuk beradaptasi.
Dalam bukunya, Merchant memaparkan
11 aturan dalam era sosial yang perlu diterapkan agar organisasi dan sumber
daya manusianya dapat berkembang. Beberapa di antaranya berhubungan dengan networking, komunitas,
dan kolaborasi.
· Networking. Jika era industri identik dengan
membangun sesuatu, maka era
sosial identik dengan menghubungkan berbagai hal, orang, dan ide.
Era sosial terkait erat dengan networking, cara bagaimana menghubungkan banyak
orang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama. Pemimpin perlu
memikirkan agar organisasi mampu memberikan value bagi banyak orang,
menghubungkan banyak pihak, hingga akhirnya mereka bersatu untuk mendukung dan
memberikan kontribusi bagi organisasi.
·
Komunitas. Dulu, kekuatan dimiliki oleh
institusi yang besar. Namun di era sosial, hal itu belum tentu berlaku.
Kekuatan di era sosial dipegang oleh setiap individual yang tergabung dalam
komunitas. Kekuatan bisa diperoleh seseorang lewat caranya bekerja dengan tim
atau orang lain. Untuk sukses, pemimpin
harus mampu melakukan pendekatan kepada komunitas atau bahkan menciptakan
komunitas yang sejalan dengan tujuannya.
Kolaborasi. Kontrol dalam organisasi
di era sosial tak lagi terpusat pada pemimpin struktural. Kesuksesan organisasi ditentukan oleh
kolaborasi dan kontribusi dari orang-orang yang ada di dalamnya.
Pengambilan keputusan dalam organisasi sejatinya juga tak dilakukan oleh
pemimpin seorang diri, tetapi melibatkan masukan-masukan dari orang-orang di
sekitarnya. Dengan begitu, setiap individu dalam organisasi akan merasa ikut
memiliki dan berperan serta demi kemajuan organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar