Disney Minnie Mouse

Kamis, 25 April 2013

33. KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL


Kepemimpinan transformasional menunjuk pada proses membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Teori transformasional mempelajari juga bagaimana para pemimpin mengubah budaya dan struktur organisasi agar lebih konsisten dengan strategi-strategi manajemen untuk mencapai sasaran organisasional.
Secara konseptual, kepemimpinan transformasional di definisikan (Bass, 1985), sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Berarti, sebuah proses transformasional terjadi dalam hubungan kepemimpinan manakala pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja, memperluas dan meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi (Bass, 1985).
Konsep awal tentang kepemimpinan transformasional telah diformulasi oleh Burns (1978) dari penelitian deskriptif mengenai pemimpin-pemimpin politik. Burns, menjelaskan kepemimpinan transformasional sebagai proses yang padanya “para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi”, seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, dan bukan di dasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan sosial, atau kebencian (Burns, 1997).
Dengan cara demikian, antar pimpinan dan bawahan terjadi kesamaan persepsi sehingga mereka dapat mengoptimalkan usaha ke arah tujuan yang ingin dicapai organisasi. Melalui cara ini, diharapkan akan tumbuh kepercayaan, kebanggan, komitmen, rasa hormat, dan loyal kepada atasan sehingga mereka mampu mengoptimalkan usaha dan kinerja mereka lebih baik dari biasanya. Ringkasnya, pemimpin transformasional berupaya melakukan transforming of visionary menjadi visi bersama sehingga mereka (bawahan plus pemimpin) bekerja untuk mewujudkan visi menjadi kenyataan. Dengan kata lain, proses transformasional dapat terlihat melalui sejumlah perilaku kepemimpinan seperti ; attributed charisma, idealized influence, inspirational motivation, intelectual stimulation, dan individualized consideration. Secara ringkas perilaku dimaksud adalah sebagai berikut.
Attributed charisma. Bahwa kharisma secara tradisional dipandang sebagai hal yang bersifat inheren dan hanya dimiliki oleh pemimpin-pemimpin kelas dunia. Penelitian membuktikan bahwa kharisma bisa saja dimiliki oleh pimpinan di level bawah dari sebuah organisasi. Pemimpin yang memiliki ciri tersebut, memperlihatkan visi, kemampuan, dan keahliannya serta tindakan yang lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain (masyarakat) daripada kepentingan pribadi. Karena itu, pemimpin kharismatik dijadikan suri tauladan, idola, dan model panutan oleh bawahannya, yaitu idealized influence.
Idealized influence. Pemimpin tipe ini berupaya mempengaruhi bawahannya melalui komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi, komitmen dan keyakinan, serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan senantiasa mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik dari setiap keputusan yang dibuat. Ia memperlihatkan kepercayaan pada cita-cita, keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya. Dampaknya adalah dikagumi, dipercaya, dihargai, dan bawahan berusaha mengindentikkan diri dengannya. Hal ini disebabkan perilaku yang menomorsatukan kebutuhan bawahan, membagi resiko dengan bawahan secara konsisten, dan menghindari penggunaan kuasa untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, bawahan bertekad dan termotivasi untuk mengoptimalkan usaha dan bekerja ke tujuan bersama.
Inspirational motivation. Pemimpin transformasional bertindak dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Bawahan diberi untuk berpartisipasi secara optimal dalam hal gagasan-gagasan, memberi visi mengenai keadaan organisasi masa depan yang menjanjikan harapan yang jelas dan transparan. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan semangat kelompok, antusiasisme dan optimisme dikorbankan sehingga harapan-harapan itu menjadi penting dan bernilai bagi mereka dan perlu di realisasikan melalui komitmen yang tinggi.
Intelectual stimulation. Bahwa pemimpin mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya. Pengaruhnya diharapkan, bawahan merasa pimpinan menerima dan mendukung mereka untuk memikirkan cara-cara kerja mereka, mencari cara-cara baru dalam menyelesaikan tugas, dan merasa menemukan cara-cara kerja baru dalam mempercepat tugas-tugas mereka. Pengaruh positif lebih jauh adalah menimbulkan semangat belajar yang tinggi (oleh Peter Senge, hal ini disebut sebagai “learning organization”).
Individualized consideration. Pimpinan memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya, seperti memperlakukan mereka sebagai pribadi yang utuh dan menghargai sikap peduli mereka terhadap organisasi. Pengaruh terhadap bawahan antara lain, merasa diperhatian dan diperlakukan manusiawi dari atasannya.
Dengan demikian, kelima perilaku tersebut diharapkan mampu berinteraksi mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk mengoptimalkan usaha dan performance kerja yang lebih memuaskan ke arah tercapainya visi dan misi organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar