“berikan aku sepuluh mahasiswa,
maka akan kupindahkan gunung himalaya ke laut pasifik” (Bung Karno)
Dalam ilmu sosial, manusia disebutkan
sebagai makhluk social (zoon
politicon) yang mempunyai kebutuhan untuk hidup berkelompok,
bersama-sama, berinteraksi satu sama lain, berkomunikasi dan saling membutuhkan
sekaligus saling mempengaruhi. Setiap individu merupakan satu subyek yang
berdiri sendiri, namun dia tidak mungkin bisa terlahir kedunia ini tanpa adanya
perantaraan orang lain diluar dirinya. Karena itu setiap orang merupakan bagian
atau “onderdil” dari suatu masyarakat/kelompok. Sebab itu pula kehidupan
masing-masing orang juga ditentukan (determiner)
serta dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Organisasi dan Dinamika Berkelompok
Kata organisasi merupakan kata yang
sudah sangat akrab ditelinga setiap orang, konon lagi bagi mahasiswa yang
berjiwa aktivis, organisasi sudah tentu menjadi wadah yang senantiasa mengasah
kreativitas sekaligus tempat yang sangat tepat untuk aktualisasi diri. Hanya
saja dalam banyak kasus ditemukan masih banyak kita (mahasiswa) yang tersentak
ketika diminta menjelaskan pemahaman organisasi itu sendiri, baik pemaknaan
maupun tujuannya.
Sekedar kilas balik, organisasi secara
umum dapat didefinisikan dengan perkumpulan individu yang terdiri dari dua atau
lebih dan memiliki cita-cita yang sama yang ingin dicapai secara bersama-sama,
dimana kehadiran masing-masing individu mempunya arti serta nilai bagi individu lainnya. Keberadaan
setiap orang dalam organisasi adalah saling mempengaruhi yang kemudian
melahirkan aksi-aksi dan reaksi-reaksi secara timbal balik (feed back), inilah yang disebut
dengan dinamika organisasi atau kelompok.
Salah satu unsur yang esensial dan
substansial dalam kehidupan berkelompok atau berorganisasi adalah sikap
interdependensi satu anggota dengan anggota lainnya, yaitu saling
ketergantungan, dimana setiap anggota harus bisa bekerja sama dengan anggota
yang lain di interternal organisasi atau dengan pihak lain diluar organisasi.
Karena itu semboyan “sadar diri sadar peran” sangat penting dipahami oleh
setiap anggota organisasi agar tidak terjadi duplikasi atau salah peran dalam
pencapaian tujuan organisasi.
Manfaat organisasi bagi individu
Setelah memahami pemahaman organisasi,
tentu saja pertanyaan berikutnya adalah apa fungsi bagi setiap individu (baca:
mahasiswa) terlibat dalam organisasi?. Jawaban dari pertanyaan ini akan
berbeda-beda dari orang yang satu dengan lainnya, hal itu sangat tergantung
dari misi atau cita-cita awal sebuah organisasi dibentuk atau setiap
individu ikut dalam suatu organisasi.
Pengalaman penulis ketika
menginterview (screening test)
calon Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), beragam jawaban muncul dari
sang mahasiswa saat dikejar dengan pertanyaan diatas, ada yang mengatakan
dengan berorganisasi akan mendapat banyak kawan baru, berani berbicara di depan
orang banyak, dengan berorganisasi akan mudah mendapatkan pacar, dan
sebagainya.
Secara ilmiah dan empirik, fungsi
organisasi bagi individu diantaranya, adalah memberikan ruang
hidup psikologis serta ruang
sosial yang akan
memunculkan “sence of belonging” untuk berprestasi dan bekerjasama, melahirkan
semangat kesetiakawanan social, loyalitas serta esprit
de corps, memberikan
rasa aman (sekuritas), mendapatkan status sosial (merasa dihargai, diakui,
diterima, mendapat posisi social serta pnghargaan dari lingkungan), pemikiran/wawasan
menjadi lebih luas dan berkembang dengan masukan, ide, pendapat yang berbeda
antar anggota, maupun mendapatkan pengalaman baru dalam kehidupan sosial.
Fenomena Organisasi Kemahasiswaan
Sepanjang sejarah baik di negara
maju maupun negara berkembang, gerakan organisasi dan kepemimpinan mahasiswa
memainkan peranan penting dalam gerakan pembaharuan (agent of change) bangsa di
tengah-tengah gerakan pembangunan, termasuk pada masa pemberontakan dan
revolusi. Hal itu disebabkan para mahasiswa aktivis pada kenyataannya merupakan kekuatan
sosial, kekuatan moral, dan sekaligus kekuatan
politik yang dilandasi dengan semangat tri
darma perguruan tinggi.
Menurut Taruna Ikrar, fenomena gerakan
mahasiswa dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe;pertama, mahasiswa “kutu
buku”, yaitu mahasiswa yang hanya beroreintasi pada akademik
atau hanya mengejar indeks prestasi semata tanpa menghiraukan aktivitas lain
dalam lingkungan kampus.Kedua, mahasiswa “fungsionaris
kampus”, yaitu mereka yang sibuk dengan aktivitas organisasi
kampus dengan harapan atau iming-iming nantinya direkrut menjadi dosen di
kampusnya. Ketiga tipe“aktivis kampus”, aktif dalam
kehidupan kampus tapi mereka tidak duduk dalam suatu lembaga kemahasiswaan, dan keempat, mahasiswa “pragmatis”,
biasanya mahasiswa seperti ini hanya ingin terlibat dalam aktivitas dunia
mahasiswa jika membawa keuntungan material (provit
oriented).
Dalam konteks ke-Acehan kini, tidak
dapat dibantah bahwa sudah sangat banyak tokoh-tokoh muda, misalnya; Muhammad
Nazar dengan SIRAnya diawal reformasi, Islamuddin dengan SMURnya, yang nota
bene aktivitis kampus yang muncul kepermukaan sebagai sosok fenomenal
dalam gerakan-gerakan pembangunan daerah yang dilakukan pemerintah. Banyaknya
organisasi mahasiswa diluar kampus yang muncul, seperti GPP, SMUR, SIRA, HMI,
KAMMI, dan sebagainya ternyata telah memberikan warna baru tersendiri dalam
dinamika politik dan pembangunan.
Kesemua sosok muda pembaharuan bangsa,
baik ditingkat lokal maupun nasional adalah mereka yang berasal dari organisasi
kemahasiswaan dari berbagi perguruan tinggi di Aceh maupun luar Aceh, artinya
bahwa tokoh-tokoh muda itu adalah orang muda yang sudah cukup mapan bergelut
serta melakukan proses aktualisasi diri yang panjang dalam organisasi
mahasiswa. Karenanya jarang sekali ditemukan adanya tokoh yang muncul secara
solo atau tanpa background organisasi.
Pengembangan kualitas mahasiswa tentu
tidak bisa juga semata-mata dititik beratkan pada keterlibatan seorang
mahasiswa dalam organisasi baik intra kampus maupun ektra kampus. Namun sangat
dipengaruhi juga oleh faktor motivasi diri yang dilakukan oleh setiap orang
dalam rangka menstimulasi atau menggali potensi diri yang dimilikinya. Dalam
hal peningkatan kualitas kemahasiswaan, keterlibatan si mahasiswa dalam organisasi
kemahasiswaan haruslah ditempatkan pada satu sisi sebagai media motivasi diri
yang berasal dari luar untuk memunculkan potensi diri yang ada, artinya
keinginan seseorang atau mahasiswa berorganisasi tidak semestinya dimaknai
sebagai langkah meraih kekuasaan semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar