A. Pengertian Proses Komunikasi Massa
Komponen pada proses komunikasi antarpersona atau
komunuikasi kelompok mudah diketahui. Namun apabila komunikasi tersebut
dilakuakan media massa maka komponen maupun prosesnya tidak akan sesederhana
sebagaimana pada proses bentuk komunikasi yang lainnya. Komunikasi massa :
proses komunikasi dengan menggunakan media massa;
1.
Cetak, surat kabar, majalah, etc.
2.
Non Cetak, radio, TV, internet, film
“Yang terpenting adalah bukan jenis media massanya tetapi
yang
diperlukan adalah pemahaman lebih luas dari konsep-konsep
tersebut, apakah semua media beroperasi
sama.”
Harold D. Lasswell mengemukakan suatu
ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa
yaitu, who (siapa), says what (berkata apa), in which channel (melalui saluran
apa), to whom (kepada siapa), dan with what effect (dengan efek apa)?
Formula tersebut meskipun sedrhana, telah
membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur kajian bidang komunikasi
massa. Dengan dengan mengikuti formula Lasswel, dapat dipahami bahwa dalam
proes komunikasi massa terdapat 5 unsur yang disebut komponen atau unsur dalam
proses komunikasi, yaitu:
1. Who (siapa): komunikator, orang yang
menyampaikan pesan dalam proses komunikasi massa. Segala masalah yang
bersangkutan dengan hal ini memerlukan analisis kontrol, yatu analisis yang
merupakan subdivisi dari riset lapangan.
2. Says what (apa yang dikatakan): pernyataan
umum, dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan, dan sikap yang sangat
erat kaitannya dengan analisis pesan.
3. In wich channel (melalui saluran apa):
media komunikasi atao saluran yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan
komunikasi.
4. To whom (kepada siapa): komunikan atau
audience yang menjadi sasaran komunikasi . dalam hal ini diperlukan adanya
analisis khalayak.
5. With what effect (dengan efek apa): hasil
yang dicapai dari usaha penyampaian pernyataan umum itu kepada sasaran yang
dituju. Berkaitan dengan efek ini diperlukan adanya analisis efek.
B. Komponen komunikasi massa
Hiebert, Unguraid, dan Bohn yang sering kita
singkat menjadi HUB mengemukakan komponen-komponen komunikasi massa meliputi: commuicators,
codes and contents, gate keepers, the media, regulators, filters, audiences,
and feedback.
1. Communicators.
Proses komunikasi massa diawali oleh
komunikator. Komukator komunikasi massa pada media media cetak adalah para
pengisi rubrik, reporte, redaktur, pemasang iklan, dan lain lain. Sedangakan
pada media elekronik komunikatornya adalah pengisi program, pemasok program
(rumah produksi,penulis naskah, produser, aktor, presenter, dan lain-lain).
Sifat komunikator: 1. Costliness 2. Complexity 3. Competitiveness.
Syarat komunikator yang baik
Aristoteles menyebutkan karakter komunikator
sebagai ethos. Ethos komunikator terdiri dari good will (maksud yang baik),
good sense (pikiran yang baik), dan good moral character (karakter yang baik).
Sementara itu Hovland dan Weiss menyebut ethos sebagai credibility, yang
terdiri dari dua unsur yakni expertise (keahlian) dan trusworthiness (dapat
dipercaya).
Ada dua unsur lain dalam persyaratan dalam
menjadi komunikator yang lain, yaitu acceptability.
- Codes and Content
Codes adalah sistem simbol yang digunakan
untuk menyampaikan pesan komunikasi, misalnya : kata – kata lisan, tulisan,
foto, musik, dan film (moving pictures). Content atau isi media merujuk pada
makna dari sebuah pesan, bisa berupa informasi mengenai perang irak atau sebuah
lelucon yang dilontarkan seorang komedian.
Dalam komunikasi massa, codes dan content
berinteraksi sehingga codes yang berbeda dari jenis media yang berbeda, dapat
memodifikasi persepsi khalayak atas pesan, walaupun contentnya sama.
- Gatekeeper
Istilah Gatekeeper pertama kali digunakan
oleh Kurt Lewin pada bukunya Human Relation. Istilah ini mengacu
pada proses: (1) suatu pesan berjalan melalui berbagai pintu, selain juga pada
(2) orang atau kelompok yang memungkinkan pesan lewat. Gatekeepers dapat berupa
seseorang atau satu kelompok yang dilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari
sumber kepada penerima.
Fungsi utama gatekeeper adalah menyaring
pesan yang diterima seseorang. Gatekeeper membatasi pesan yang diterima
komunikan. Editor surat kabar, majalah, penerbitan juga dapat disebut
gatekeepers. Seorang gatekeepers dapat memilih, mengubah, bahkan menolak pesan
yang disampaikan kepada penerima.
- Regulator
Peran regulator hampir sama dengan
gatekeeper, namun regulator bekerja di luar institusi media yang menghasilkan
berita. Regulator bisa menghentikan aliran berita dan menghapus suatu
informasi, tapi ia tidak dapat menambah atau memulai informasi, dan bentuknya
lebih seperti sensor.
Di Amerika Serikat ada lima macam regulator
pada proses komunikasi massa :
a) Pemerintah adalah regulator utama.
b) Sumber informasi juga bisa mempengaruhi
arus berita.
c) Pengiklan.
d) Organisasi profesi.
e) Konsumen komunikasi
Sementara di Indonesia yang termasuk kategori
regulator adalah pemerintah dengan perangkat undang – undangnya, khalayak
penonton, pembaca, pendengar, asosiasi profesi, lembaga sensor film, dewan
pers, dan KPI.
- Media
Media massa yang memiliki ciri khas,
mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak
(simultaneous) dan serentak (instantaneous). Jenis-jenis media yang
digolongkan dalam media massa adalah pers, radio siaran, televisi dan film.
- Audience (Audiens)
Marshall Mcluhan menjabarkan audience sebagai
sentral komunikasi massa yang secara konstan di bombardir oleh media.
Melvin defleur dalam bukuntya, theory of
mass communication mengemukakan empat teori efek media terhadap
audiencsnya.
- the individual differences theory
- the social categories theory
- the social relationship theory
- the cultural normas theory
Karakteristik Audiens Komunikasi Massa
dalam proses komunikasi antarpersona,
penerima pesan adalah individu. Dalam komunikasi massa, penerimaannya adalah
khalayak pendengar (listeners), khalayak pembaca (readers), dan khalayak
pemirsa (viewers).audiens komunikasi massa memiliki karakteristik sebagai
berikut:
- audiens terdiri dari individu-indivividu yang memiliki pengalaman yang sama dan terpengaruh oleh hubungan social dan intrapersonal yang sama
- audiens berjumlah besar
- audiens bersifat heterogen
- audiens bersifat anonym
- audiens biasanya tersebar
- Filter
Khalayak yang heterogen ini akan menerima
pesan melalui media sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan,
agama, usia, budaya dan sebagainya. Oleh karena itu, pesan itu akan difilter
oleh khalayak yang menerimanya
Filter utama yang dimiliki oleh khalayak
adalah indra yang dipengaruhi oleh tiga kondisi, yaitu :
1. Budaya
Pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui
media massa akan diberi arti yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang
budaya khalayak
2. Psikologikal
Pesan yang disampaikan media akan diberi arti
sesuai dengan frame of reference dan field of experience
khalayak.
3. Fisikal
Kondisi fisik seseorang baik internal maupun
eksternal akan mempengaruhi khalayak dalam mempersepsi pesan media massa.
- Kondisi fisik Internal, keadaan kesehatan
seseorang
- Kondisi fisik Eksternal, keadaan lingkungan
di sekitar komunikan ketika menerima pesan dari media massa.
- Feedback
Komunikasi adalah proses dua arah antara
pengirim dan penerima pesan. Proses komunikasi belum lengkap apabila audiens
tidak mengirimkan respons atau tanggapan kepada komunikator terhadap pesan yang
disampaikan. Respon atau tanggapan ini di sebut feed back.
Bentuk respon dalam komunikasi massa juga
hampir sama. Audiens bias saja memberi respon dengan cara tertawa saat menonton
acara lawak di televisi atau mengomentari suatu berita padas surat kabar.namun
respons seprti ini tidak terlihat oleh kominakator komunikasi massa . agar
responnya dapat sampai kepada komunikator, audiens harus memberikan feedback
seperti menulis surat pembaca, dan lain-lain. Umpan balik juga dapat berupa
reaksi yang timbul dari pesan kepada komunikator. Dengan demikian umpan balik
yang terjadi dalam proses komunikasi massa dapat diuraikan sebagai berikut:
a. internal
feedback
b. eksternal
feedback
1). Representative feedback
2). Indirect feedback
3). Delayed feedback
4). Cumulative feedback
5). Institutionalized feedback
C. Efek Komunikasi Massa
Pada bab ini hanya akan dibahas dua
pendekatan saja, yaitu efek dari media massa yang berkaitan dengan pesan atau
media serta jenis perubahan yang terjadi pada khalayak yang terdiri atas efek
kognitif, afektif, dan behavioral.
- Efek Kehadiran Media Massa
a.
Efek Ekonomi
Kehadiran
media massa di tengah kehidupan manusia dapat menumbuhkan berbagai usaha
produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa.
b.
Efek Sosial
Efek
Sosial verkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai
akibat dari kehadiran media massa.
c.
Penjadwalan Kegiatan Sehari – hari
d.
Efek Hilangnya Perasaan tidak Nyaman
Orang
menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan untuk
menghilangkan rasa tidak nyaman.
e.
Efek Menumbuhkan Perasaan Tertentu
Orang
tidak hanya menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan
tujuan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman, tetapi dapat juga menumbuhkan
perasaan tertentu.
- Efek Pesan
a)
Efek Kognitif
Efek
kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya
informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang
bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang
bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita
memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita
kunjungi secara langsung.
Seseorang
mendapatkan informasi dari televisi, bahwa “Robot Gedek” mampu melakukan sodomi
dengan anak laki-laki di bawah umur. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu
menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh
komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan
komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.
Menurut
Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention
theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh
informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau
belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh
media massa adalah relaitas yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh
informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media
massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung
memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan.
Karena
media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media
massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias
dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu
gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak
berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai
contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai makhluk yang
cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila
dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak
Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa
bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada
masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media
massa.
Sementara
itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh peran
agenda setting (penentuan/pengaturan agenda). Teori ini dimulai dengan suatu
asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan
disiarkannya. Biasanya, surat kabar mengatur berita mana yang lebih
diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang dipengaruhi suasana yang sedang
hangat berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah halaman di Media
Indonesia memberitakan pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar,
berarti wartawan dan pihak redaksi harian itu sedang mengatur kita untuk
mencitrakan sebuah informasi penting. Sebaliknya bila di halaman selanjutnya di
harian yang sama, terdapat berita kunjungan Megawati Soekarno Putri ke beberapa
daerah, diletakkan di pojok kiri paling bawah, dan itu pun beritanya hanya
terdiri dari tiga paragraf. Berarti, ini adalah agenda setting dari media
tersebut bahwa berita ini seakan tidak penting. Mau tidak mau, pencitraan dan
sumber informasi kita dipengaruhi agenda setting.
Media
massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat yang
dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita
lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan
efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di
pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah
menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana
alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos (atau,
sekarang dengan cara transfer via rekening bank) ke surat kabar, maka
terjadilah efek prososial behavioral.
b)
Efek Afektif
Efek
ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa
bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang
sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya,
khalayak diharapkan dapat merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar
atau membaca informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus
penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel,
iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat
diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan
perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan
hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang cenderung
hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai
keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
Berikut
ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi
massa:
1)
Suasana emosional
Dari
contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah
film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional
kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan
sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa
terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak
disangka-sangka.
2)
Skema kognitif
Skema
kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang
alur eristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon
atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena
itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita
menduga, asti akan tertolong juga.
3)
Situasi terpaan (setting of exposure)
Kita
akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film horror
lainnya, bila kita menontontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan labt,
dan tiang-tiang rumah berderik. Beberpa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap.
Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi kita
pada waktu memberikan respons.
4)
Faktor predisposisi individual
Faktor
ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan
dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar,
menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan toko.
Karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga
kecewa; ketika ientifikan berhasil, ia gembira.
c)
Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul
pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan
kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas.
Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para
ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar
kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara
SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut.
Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek
yang sama.
Radio, televisi atau film di berbagai negara
telah digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat
nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran film. Sebagian lagi melaporkan
kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada program “Buser” di
SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena tidak
diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu
ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya[10], namun apa yang
didapat, keesokan atau lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang
dilakukan anak-anak SD. Inilah yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak
semua berita, misalnya, akan mengalami keberhasilan yang merubah khalayak
menjadi lebih baik, namun pula bisa mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada
tindakan lebih buruk.
Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar
dari media massa memang tidak bergantung hanya ada unsur stimuli dalam media
massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa belajar
semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek prososial adalah teori
belajar sosial dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari
pengelaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku
merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu
memiliki keterampila tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli
yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar sosial
dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention),
proses reproduksi motoris, dan proses motivasional.
Permulaan proses belajar ialah munculnya
peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh
seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong
orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai
“abstract modeling” (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial).
Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita.bila peristiwa
itu sudah dianati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita
baru pata mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita
menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani, namun tidak semua
peristiwa itu kita perhatikan.
Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek
prososial. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benak
benaknya dan memanggilnya kembali ketika mereka akan bertindak sesuai dengan
teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang diamati harus direkam
dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual imagination,
yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran
itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa.
Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus
merekamnya dalam memori, tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana
kita dapat menjalankan tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita
sedang melakukan sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.
Selanjutnya, proses reroduksi artinya
menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati. Tetapi apakah kita
betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi?
Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita
bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement),
dan peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik
dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya
dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita
mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kitam atau bila kita yakin orang
lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal. Jadi,
kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar berhasil, bila ada iklim
yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar.
Kita juga akan terdorong melakukan perilaku
teladan baik kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena
perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru bahasa Indonesia yang
benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru berbahasa
Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak
mendaat ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat
orang lain mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu
terjadinya reproduksi motor.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan
bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu
mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang
ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita
yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa
Indonesia.
D. Dampak sosial media massa
Media massa secara pasti mempengaruhi
pemikiran dan tindakan khalayak. Contohnya seorang aktor yang mengenakan topi
dalam filmnya, anak – anak lainnya pun dengan segera menirunya. Budaya, sosial,
dan politik dipengaruhi oleh media.
Media membentuk opini publik untuk membawanya
pada perubahan yang signifikan. Media massa, terutama televisi yang menjadi
agen sosialisasi (penyebaraan nilai – nilai) memainkan peranan penting dalam
transmisi sikap, persepsi, dan kepercayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar