Disney Minnie Mouse

Minggu, 05 Mei 2013

55. PROSES KOMUNIKASI MASSA



A. Pengertian Proses Komunikasi Massa
Komponen pada proses komunikasi antarpersona atau komunuikasi kelompok mudah diketahui. Namun apabila komunikasi tersebut dilakuakan media massa maka komponen maupun prosesnya tidak akan sesederhana sebagaimana pada proses bentuk komunikasi yang lainnya. Komunikasi massa : proses komunikasi dengan menggunakan media massa;
1. Cetak, surat kabar, majalah, etc.
2. Non Cetak, radio, TV, internet, film
“Yang terpenting adalah bukan jenis media massanya tetapi yang
diperlukan adalah pemahaman lebih luas dari konsep-konsep
tersebut, apakah semua media beroperasi sama.”
Harold D. Lasswell mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa yaitu, who (siapa), says what (berkata apa), in which channel (melalui saluran apa), to whom (kepada siapa), dan with what effect (dengan efek apa)?
Formula tersebut meskipun sedrhana, telah membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur kajian bidang komunikasi massa. Dengan dengan mengikuti formula Lasswel, dapat dipahami bahwa dalam proes komunikasi massa terdapat 5 unsur yang disebut komponen atau unsur dalam proses komunikasi, yaitu:
1. Who (siapa): komunikator, orang yang menyampaikan pesan dalam proses komunikasi massa. Segala masalah yang bersangkutan dengan hal ini memerlukan analisis kontrol, yatu analisis yang merupakan subdivisi dari riset lapangan.
2. Says what (apa yang dikatakan): pernyataan umum, dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan, dan sikap yang sangat erat kaitannya dengan analisis pesan.
3. In wich channel (melalui saluran apa): media komunikasi atao saluran yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan komunikasi.
4. To whom (kepada siapa): komunikan atau audience yang menjadi sasaran komunikasi . dalam hal ini diperlukan adanya analisis khalayak.
5. With what effect (dengan efek apa): hasil yang dicapai dari usaha penyampaian pernyataan umum itu kepada sasaran yang dituju. Berkaitan dengan efek ini diperlukan adanya analisis efek.
B. Komponen komunikasi massa
Hiebert, Unguraid, dan Bohn yang sering kita singkat menjadi HUB mengemukakan komponen-komponen komunikasi massa meliputi: commuicators, codes and contents, gate keepers, the media, regulators, filters, audiences, and feedback.
1. Communicators.
Proses komunikasi massa diawali oleh komunikator. Komukator komunikasi massa pada media media cetak adalah para pengisi rubrik, reporte, redaktur, pemasang iklan, dan lain lain. Sedangakan pada media elekronik komunikatornya adalah pengisi program, pemasok program (rumah produksi,penulis naskah, produser, aktor, presenter, dan lain-lain). Sifat komunikator: 1. Costliness 2. Complexity 3. Competitiveness.
Syarat komunikator yang baik
Aristoteles menyebutkan karakter komunikator sebagai ethos. Ethos komunikator terdiri dari good will (maksud yang baik), good sense (pikiran yang baik), dan good moral character (karakter yang baik). Sementara itu Hovland dan Weiss menyebut ethos sebagai credibility, yang terdiri dari dua unsur yakni expertise (keahlian) dan trusworthiness (dapat dipercaya).
Ada dua unsur lain dalam persyaratan dalam menjadi komunikator yang lain, yaitu acceptability.
  1. Codes and Content
Codes adalah sistem simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikasi, misalnya : kata – kata lisan, tulisan, foto, musik, dan film (moving pictures). Content atau isi media merujuk pada makna dari sebuah pesan, bisa berupa informasi mengenai perang irak atau sebuah lelucon yang dilontarkan seorang komedian.
Dalam komunikasi massa, codes dan content berinteraksi sehingga codes yang berbeda dari jenis media yang berbeda, dapat memodifikasi persepsi khalayak atas pesan, walaupun contentnya sama.
  1. Gatekeeper
Istilah Gatekeeper pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin pada bukunya Human Relation. Istilah ini mengacu pada proses: (1) suatu pesan berjalan melalui berbagai pintu, selain juga pada (2) orang atau kelompok yang memungkinkan pesan lewat. Gatekeepers dapat berupa seseorang atau satu kelompok yang dilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari sumber kepada penerima.
Fungsi utama gatekeeper adalah menyaring pesan yang diterima seseorang. Gatekeeper membatasi pesan yang diterima komunikan. Editor surat kabar, majalah, penerbitan juga dapat disebut gatekeepers. Seorang gatekeepers dapat memilih, mengubah, bahkan menolak pesan yang disampaikan kepada penerima.
  1. Regulator
Peran regulator hampir sama dengan gatekeeper, namun regulator bekerja di luar institusi media yang menghasilkan berita. Regulator bisa menghentikan aliran berita dan menghapus suatu informasi, tapi ia tidak dapat menambah atau memulai informasi, dan bentuknya lebih seperti sensor.
Di Amerika Serikat ada lima macam regulator pada proses komunikasi massa :
a) Pemerintah adalah regulator utama.
b) Sumber informasi juga bisa mempengaruhi arus berita.
c) Pengiklan.
d) Organisasi profesi.
e) Konsumen komunikasi
Sementara di Indonesia yang termasuk kategori regulator adalah pemerintah dengan perangkat undang – undangnya, khalayak penonton, pembaca, pendengar, asosiasi profesi, lembaga sensor film, dewan pers, dan KPI.
  1. Media
Media massa yang memiliki ciri khas, mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak (simultaneous) dan serentak (instantaneous). Jenis-jenis media yang digolongkan dalam media massa adalah pers, radio siaran, televisi dan film.
  1. Audience (Audiens)
Marshall Mcluhan menjabarkan audience sebagai sentral komunikasi massa yang secara konstan di bombardir oleh media.
Melvin defleur dalam bukuntya, theory of mass communication mengemukakan empat teori efek media terhadap audiencsnya.
  1. the individual differences theory
  2. the social categories theory
  3. the social relationship theory
  4. the cultural normas theory
Karakteristik Audiens Komunikasi Massa
dalam proses komunikasi antarpersona, penerima pesan adalah individu. Dalam komunikasi massa, penerimaannya adalah khalayak pendengar (listeners), khalayak pembaca (readers), dan khalayak pemirsa (viewers).audiens komunikasi massa memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1. audiens terdiri dari individu-indivividu yang memiliki pengalaman yang sama dan terpengaruh oleh hubungan social dan intrapersonal yang sama
  2. audiens berjumlah besar
  3. audiens bersifat heterogen
  4. audiens bersifat anonym
  5. audiens biasanya tersebar
  1. Filter
Khalayak yang heterogen ini akan menerima pesan melalui media sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, agama, usia, budaya dan sebagainya. Oleh karena itu, pesan itu akan difilter oleh khalayak yang menerimanya
Filter utama yang dimiliki oleh khalayak adalah indra yang dipengaruhi oleh tiga kondisi, yaitu :
1. Budaya
Pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui media massa akan diberi arti yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang budaya khalayak
2. Psikologikal
Pesan yang disampaikan media akan diberi arti sesuai dengan frame of reference dan field of experience khalayak.
3. Fisikal
Kondisi fisik seseorang baik internal maupun eksternal akan mempengaruhi khalayak dalam mempersepsi pesan media massa.
- Kondisi fisik Internal, keadaan kesehatan seseorang
- Kondisi fisik Eksternal, keadaan lingkungan di sekitar komunikan ketika menerima pesan dari media massa.
  1. Feedback
Komunikasi adalah proses dua arah antara pengirim dan penerima pesan. Proses komunikasi belum lengkap apabila audiens tidak mengirimkan respons atau tanggapan kepada komunikator terhadap pesan yang disampaikan. Respon atau tanggapan ini di sebut feed back.
Bentuk respon dalam komunikasi massa juga hampir sama. Audiens bias saja memberi respon dengan cara tertawa saat menonton acara lawak di televisi atau mengomentari suatu berita padas surat kabar.namun respons seprti ini tidak terlihat oleh kominakator komunikasi massa . agar responnya dapat sampai kepada komunikator, audiens harus memberikan feedback seperti menulis surat pembaca, dan lain-lain. Umpan balik juga dapat berupa reaksi yang timbul dari pesan kepada komunikator. Dengan demikian umpan balik yang terjadi dalam proses komunikasi massa dapat diuraikan sebagai berikut:
a. internal feedback
b. eksternal feedback
1). Representative feedback
2). Indirect feedback
3). Delayed feedback
4). Cumulative feedback
5). Institutionalized feedback
C. Efek Komunikasi Massa
Pada bab ini hanya akan dibahas dua pendekatan saja, yaitu efek dari media massa yang berkaitan dengan pesan atau media serta jenis perubahan yang terjadi pada khalayak yang terdiri atas efek kognitif, afektif, dan behavioral.
  1. Efek Kehadiran Media Massa
a. Efek Ekonomi
Kehadiran media massa di tengah kehidupan manusia dapat menumbuhkan berbagai usaha produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa.
b. Efek Sosial
Efek Sosial verkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai akibat dari kehadiran media massa.
c. Penjadwalan Kegiatan Sehari – hari
d. Efek Hilangnya Perasaan tidak Nyaman
Orang menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman.
e. Efek Menumbuhkan Perasaan Tertentu
Orang tidak hanya menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman, tetapi dapat juga menumbuhkan perasaan tertentu.
  1. Efek Pesan
a) Efek Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.
Seseorang mendapatkan informasi dari televisi, bahwa “Robot Gedek” mampu melakukan sodomi dengan anak laki-laki di bawah umur. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.
Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah relaitas yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.
Sementara itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh peran agenda setting (penentuan/pengaturan agenda). Teori ini dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Biasanya, surat kabar mengatur berita mana yang lebih diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang dipengaruhi suasana yang sedang hangat berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah halaman di Media Indonesia memberitakan pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, berarti wartawan dan pihak redaksi harian itu sedang mengatur kita untuk mencitrakan sebuah informasi penting. Sebaliknya bila di halaman selanjutnya di harian yang sama, terdapat berita kunjungan Megawati Soekarno Putri ke beberapa daerah, diletakkan di pojok kiri paling bawah, dan itu pun beritanya hanya terdiri dari tiga paragraf. Berarti, ini adalah agenda setting dari media tersebut bahwa berita ini seakan tidak penting. Mau tidak mau, pencitraan dan sumber informasi kita dipengaruhi agenda setting.
Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening bank) ke surat kabar, maka terjadilah efek prososial behavioral.
b) Efek Afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar atau membaca informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi massa:
1) Suasana emosional
Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.
2) Skema kognitif
Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur eristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, asti akan tertolong juga.
3) Situasi terpaan (setting of exposure)
Kita akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film horror lainnya, bila kita menontontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan labt, dan tiang-tiang rumah berderik. Beberpa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap. Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi kita pada waktu memberikan respons.
4) Faktor predisposisi individual
Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan toko. Karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa; ketika ientifikan berhasil, ia gembira.
c) Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama.
Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran film. Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada program “Buser” di SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena tidak diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya[10], namun apa yang didapat, keesokan atau lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang dilakukan anak-anak SD. Inilah yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan mengalami keberhasilan yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula bisa mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada tindakan lebih buruk.
Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengelaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampila tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional.
Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling” (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita.bila peristiwa itu sudah dianati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru pata mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani, namun tidak semua peristiwa itu kita perhatikan.
Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benak benaknya dan memanggilnya kembali ketika mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori, tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.
Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati. Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kitam atau bila kita yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal. Jadi, kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar berhasil, bila ada iklim yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar.
Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru berbahasa Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendaat ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motor.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.
D. Dampak sosial media massa
Media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Contohnya seorang aktor yang mengenakan topi dalam filmnya, anak – anak lainnya pun dengan segera menirunya. Budaya, sosial, dan politik dipengaruhi oleh media.
Media membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan yang signifikan. Media massa, terutama televisi yang menjadi agen sosialisasi (penyebaraan nilai – nilai) memainkan peranan penting dalam transmisi sikap, persepsi, dan kepercayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar