BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Memberdayakan ekonomi rakyat sesungguhnya merupakan
kewajiban mutlak dari suatu negara. Bagi bangsa Indonesia yang berazaskan
Pancasila, menggerakkan ekonomi adalah untuk mencapai tujuan kemakmuran bersama
yang dinyatakan dalam Sila ke Lima dari Pancasila yaitu, “Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Sejalan pesan konstitusional tersebut maka
dalam era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid dua sekarang ini, prioritas
pembangunan diarahkan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. selain itu Memajukan
Kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab pemerintah seperti yang telah
tertera dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat : “. . . Kemudian dari pada
itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial . . . ”
Sejak era orde lama, orde baru, sampai sekarang
Memajukan Kesejahteraan umum merupaka agenda utama tiap kabinet dalam membuat
kebijakan akan tetapi permasalahan ini tidak pernah selesai, Kondisi ini
menjadi indikator bahwa masyarakat banyak belum berperan sebagai subyek dalam
pembangunan nasional. Untuk sampai pada tujuan tersebut, rakyat perlu dibekali
modal material dan mental Indikator ini juga telah menginspirasikan perlunya
pemberdayaaan ekonomi rakyat yang kemudian berkembang menjadi isu untuk
membangun sistem perekonomian yang bercorak kerakyatan. Untuk meningkatkan
peran masyarakat dalam pembangunan harus menggunakan pendekatan multi disiplin
yang berdimensi pemberdayaan, Pemberdayaan yang tepat harus memadukan
aspek-aspek penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayagunaan hal ini dikarenakan
Permasalahan pemberdayaan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua
pihak secara bersama dan terkoordinasi.
Selain itu dalam pembangunan bidang ekonomi, harus
menekankan implementasi azas kekeluargaan sebagai mana tercantum dalam
UUD 1945 (pasal 33 ayat 1) dan penyelenggaraan perekonomian nasional yang
berdasar atas demokrasi ekonomi (pasal 33 ayat 4). Dalam hal ini pemberdayaan
UKM, berkaitan langsung dengan kehidupan dan peningkatan kesejahteraan bagi
sebagian besar rakyat Indonesia. Selain itu, potensi
dan peran strategisnya telah terbukti menjadi penopang kekuatan dan pertumbuhan
ekonomi nasional. Keberadaan
Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) yang dominan sebagai pelaku ekonomi nasional
juga merupakan pengerak dalam pembangunan ekonomi rakyat, khususnya dalam
rangka perluasan kesempatan berusaha bagi wirausaha baru dan penyerapan tenaga
kerja serta menekan angka pengangguran.
Salah satu cara meningkatkan peran masyarakat dalam
memajukan kesejahteraan umum adalah antara lain dengan meningkatkan pemberdayaan
usaha kecil dan menengah (UKM). Kegagalan pola pembangunan ekonomi yang
bertumpu pada konglomerasi usaha besar yang pernah di terapkan orde baru telah
mendorong para perencana ekonomi untuk mengalihkan upaya pembangunan dengan
bertumpu pada pemberdayaan usaha kecil dan menengah. Usaha Kecil, dan Menengah
(UKM) merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia
dan terbukti menjadi pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis ekonomi,
serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Secara
nyata Usaha Kecil Menengah (UKM) juga sebagai sektor usaha yang berperan besar
terhadap pembangunan nasional, terbukti telah mampu menciptakan peluang kerja
yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri, sehingga sangat membantu dalam
mengurangi jumlah pengangguran.
Dari sekian banyak jenis Usaha Warung tegal
merupakan salah satu jenis usaha yang dapat digolongkan sebagai Usaha mikro
sekaligus Usaha kecil yang tergolong dalam batasan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM). Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). maka batasan Usaha mikro dan
Usaha kecil didefinisikan sebagai berikut :
a. Usaha Mikro adalah
usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
b. Usaha Kecil adalah
usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Tabel
1.1 Berikut batasan UKM menurut jumlah asset dan omzet
berdasarkan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008
No
|
URAIAN
|
KRITERIA
|
|
ASSET
|
OMZET
|
||
1
|
USAHA MIKRO
|
Maks. 50 Juta
|
Maks. 300 Juta
|
2
|
USAHA KECIL
|
> 50 Juta - 500
Juta
|
> 300 Juta - 2,5
Miliar
|
3
|
USAHA MENENGAH
|
> 500 Juta - 10
Miliar
|
> 2,5 Miliar -
50 Miliar
|
Sumber : Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008
Dalam rangka mewujudkan pemberdayaan masyarakat,
Maka pada tanggal 5 November 2007, Pemerintah Indonesia mencanangkan Program
Kredit Usaha Rakyat untuk membantu permodalan sektor Usaha Kecil Dan Menengah.
Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disebut KUR adalah kredit modal kerja dan
atau kredit investasi yang diberikan oleh Perbankan kepada Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah dan koprasi (UMKM-K) yang feasible maksudnya adalah usaha tersebut
memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan
tetapi belum bankable atau belum dapat memenuhi persyaratan perkreditan atau
pembiayaan dari Bank pelaksana antara lain dalam hal penyediaan agunan dan
pemenuhan persyaratan perkreditan atau pembiayaan yang sesuai dengan ketentuan
Bank Pelaksana termasuk sector Usaha Kecil Dan Menengah (UKM), memiliki usaha
produktif yang didukung dengan program penjaminan.
Landasan operasional Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah
Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan,yang
mengatur lembaga penjaminan baik lembaga keungan yang berbentuk Bank maupun
lembaga keuangan bukan bank yang akan memberikan penjaminan kredit,
melihat pentingnya percepatan pertumbuhan ekonomi untuk memajukan kesejahteraan umum perlu
mendapat dorongan yang lebih maka pemerintahmelalui Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan
Percepatan Pengembangan Sektor Riil Dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah. dengan ini menginstruksikan, Kepada Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, dan kementrian serta lembaga Negara
terkait untuk Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas,
fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan kebijakan
percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah
guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi indonesia.
Dengan adanya Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) usaha
kecil dan menengah diharapkan mampu bertahan menguat dan memulihkan
perekonomian nasional, disamping bisa lebih berdaya yang menuju kepada kesejahteraan.
Program kur bertujuan memberikan bantuan secara materil terhadap usaha kecil
dan menengah, dimana modal merupakan permasalahan utama usaha kecil dan
menengah. Program Kredit Usaha Rakyat merupakan program nasional yang bertujuan
untuk memberdayakan usaha kecil dan menegah.
Dalam era otonomi daerah maka setiap program yang
sifatnya Nasional seyogyanya dilaksakan secara terkordinasi dengan pemerintah
daerah sebagai bagian dari Negara kesatuan rebublik indonesia, begitu juga
dengan program nasional Kredit Usaha rakyat. Dalam hal ini peneliti memfokuskan
penelitian tentang Kredit Usaha Rakyat di Kota Tegal yaitu tentang pengaruh
Kredit Usaha Rakyat terhadap evektifitas pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menegah
(UKM) Warung Tegal (WARTEG).
Usaha Warung Tegal di Kota Tegal merupakan usaha yang
sangat potensial untuk dikembangkan mengingat usaha Warung Tegal sudah pemiliki
pasar tersendiri di mata pelangan disamping jumlahnya yang lumayan banyak dan
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan
ekonomi masyarakat ini terbukti dari data dinas perdangangan
perindusterian dan koprasi Kota Tegal, dinama salah satu mata pencaharian
terbesar masyarakat kota tegal yaitu sebanyak 18.59% adalah pedagang dan
10% diantaranya adalah Pedagang Warteg. Selain itu Warteg Juga merupakan icon
atau ciri khas Kota Tegal khususnya di Kecamatan Margadana, yang
diharapkan biasa meningkatkan perekonomian warga kota Tegal Berikut ini data
yang menujukan mata pencaharian masyarakat Kota Tegal
:
Tabel
1.2 Mata Pencaharian Masyarakat Kota Tegal
No
|
Jenis
Mata Pencaharian
|
JUMLAH
|
1
|
Petani Sendiri
|
1.692 Orang
|
2
|
Buruh Tani
|
5.209 Orang
|
3
|
Nelayan
|
141 Orang
|
4
|
Pengusaha
|
267 Orang
|
5
|
Buruh Industeri
|
5.451 Orang
|
6
|
Buruh Bagunan
|
2.374 Orang
|
7
|
Pedagang/Pedagang
WARTEG
|
11.479 Orang
|
8
|
Pengangkutan
|
1.308 Orang
|
9
|
Pengawai Negri
Sipil/TNI POLRI
|
457 Orang
|
10
|
Pensiunan
|
222 Orang
|
11
|
Lain-Lain
|
9.263 Orang
|
Jumlah
|
37.863 Orang
|
Sumber : DISPERINDAGKOP
Kota Tegal Tahun 2011
Dari data diatas serta Menurut keterangan petugas
Dinas Perindusterian, Perdagangan dan koprasi Kota Tegal (DISPERINDAGKO)
Menunjukan bahwa Warung Tegal memiliki konteribusi yang cukup besar selain
sektor Usaha lain yaitu sebesar 10% Dari jumlah pedagang di Kota Tegal atau
kurang lebih 12.000 jiwa sebagai pengusaha Warung Tegal di perantauan Sedangkan
di kecamatan Margadana pengusaha warteg tercatat sebagai berikut.
Tabel
1.3 Jumlah Pengusaha Warteg Di
Kecamatan Margadana
No
|
NAMA
KELURAHAN
|
JUMLAH
PENGUSAHA
WARTEG
|
1
|
KALIGANGSA
|
26
|
2
|
KRANDON
|
83
|
3
|
CABAWAN
|
58
|
4
|
KALINYAMAT KULON
|
97
|
5
|
MARGADANA
|
33
|
6
|
SUMURPANGGANG
|
97
|
7
|
PESURUNGAN LOR
|
46
|
JUMLAH
|
440
|
Sumber : Kecamatan
Margadana Kota Tegal Tahun 2011
Dengan adanya program Kredit Usaha Rakyat diharapkan
Warung Tegal (Warteg) bisa memberikan konteribusi yang lebih terhadap
peningkatan Perekonomian masyarakat Kota Tegal pada umumnya dan masyarakat
Kecamatan Margadana pada khususnya, sekaligus meningkatkan pendapatan perkapita
masyarakat.
Sejauh ini Penyaluran Kredit Usaha Rakyat terhadap
Usaha Kecil Dan Menegah (UKM) Warung Tegal (Warteg) di kota Tegal berjalan
Sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan pemerintah dan perbankkan
sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.05/2009. Kredit usaha rakyat
ini diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta koperasi
untuk memberikan kemudahan bagi UMKM
pemerintah memberikan jaminan melalui perusahaan penjamin yaitu PT. Asuransi Kredit
Indonesia (Askrindo) sebesar 70% dari jumlah pinjaman sementara sisanya
sebesar 30% ditanggung oleh pihak bank. Dalam tahap awal program,
Kredit Usaha Rakyat ini dilaksanakan hanya terbatas oleh bank-bank yang ditunjuk
oleh pemerintah saja, yaitu : Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara
Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara dan
Bank Bukopin. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada lima sektor usaha,
yaitu pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta
perindustrian dan perdagangan dimana kelima sektor ekonomi tersebut sangat
membutuhkan pendanaan untuk mengembangkan usahanya.
Dalam hal ini Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) Warung Tegal (Warteg) sebagai salah satu sektor ekonomi yang
menjadi sasaran Program Kredit Usaha Rakyat di harapkan mampu mengatasi
permasalahan permodalan dalam mengembangkan usahanya mengingat besarnya manfaat
yang di berikan dari Program Kredit
Usaha Rakyat (KUR) bagi Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) Maka pemerintah melalui peraturan kementeri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-07/M.EKON/01/2010 Tentang
penambahan Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat, Bank pelaksana tambahan tersebut
antara lain melibatkan 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) meliputi BPD
Jabar-Banten, BPD DKI, BPD Jatim, BPD Jateng, BPD Kalbar, BPD Kalsel, BPD
Kalteng, BPD DIY, BPD Nagari, BPD NTB, BPD Sulut, BPD Maluku dan BPD Papua. Dalam proses
penelitian peneliti memfokuskan pada satu bank yaitu Bank Rakyat Indonesia
(BRI) yang dalam hal ini Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Sumur pangang
Kecamatan Margadana Kota Tegal mengingat letak dan posisi Bank yang sangat
dekat dengan lokasi penelitian yaitu di kecamatan Margadana Kota Tegal, Selain
itu Bank BRI juga merupakan pelopor dari program Kredit usaha rakyat.
Untuk Lebih jelasnya tentang perkembangan penyaluran Kredit Usaha Rakyat dapat
terlihat dari data target dan Realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat
terhadap Usaha Kecil dan Menengah sebagai berikut.
Tabel 1.4 Realisasi
Penyaluran KUR Terhadap Usaha Kecil dan Menengah Di Bank BRI Unit Sumur Pangang
Kecamatan Margadana Kota Tegal
No.
|
Jenis Usaha Penerima KUR
|
Jumlah
Debitur Tahun
|
Rata-rata
Kredit (Rp juta/Debitur)
|
||
2008
|
2009
|
2010
|
|||
1.
|
Toko Sembako
|
136
|
154
|
128
|
10
|
2.
|
Warung Makanan Dan Minuman
|
355
|
385
|
490
|
50
|
3.
|
Meubel
|
9
|
17
|
20
|
100
|
4.
|
Penjahit
|
23
|
21
|
24
|
5
|
5.
|
Salon
|
26
|
28
|
20
|
6
|
5.
|
Pedagang Bakso
|
26
|
28
|
20
|
7
|
6.
|
Roti Dan Kue
|
5
|
3
|
1
|
10
|
7.
|
Toko Bagunan
|
12
|
20
|
15
|
200
|
8.
|
Toko Elektronik
|
14
|
23
|
7
|
100
|
9.
|
Pedagang Gorengan
|
25
|
28
|
15
|
5
|
10.
|
Pedagang Martabak
|
27
|
28
|
11
|
5
|
11.
|
Bengkel Motor
|
12
|
25
|
17
|
25
|
Sumber : Data KUR. BRI Unit
Sumur pangang Kota Tegal per 01 Desember 2010.
Data tersebut menunjukkan bahwa demikian besar
perhatian Pemerintah khususnya terhadap pengembangan sektor Usaha Kecil dan
Menengah (UKM), ini terbukti dari banyaknya dana yang kucurkan. Sedangkan
untuk tingkat nasional Pada tahun 2010, sebesar Rp15,39 miliar dari total
target realisasi Rp20 miliar sepanjang tiga bulan pertama. Kini di triwulan 1
tahun 2011, KUR yang tersalurkan tercatat 29,8% dari rencana penyaluran Rp20
triliun.
Namun demikian dalam kenyataannya Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) khususnya UKM Warung Tegal (Warteg) Sebagai salah satu sektor
UKM penerima program Kredit Usaha Rakayat Belum Mengalami Peningkatan
Seperti yang diharapkan. Di samping permasalahan permodalan Pada sisi lain UKM
Warteg masih menghadapi banyak masalah dan hambatan dalam melaksanakan dan
mengembangkan aktivitas usahanya. Masalah dan kendala Yang muncul dalam
penyaluran Kredit Usaha Rakayat terhadap UKM Warteg antara lain, Masih kurangnya
sosialisasi Menyebabkan Banyak masyarakat masih berangapan bahwa Kredit Usaha Rakayatdikucurkan
dengan perlu menjaminkan sesuatu (agunan). Selain itu ditemukan beberapa
masyarakat yang menggunakan Kredit
Usaha Rakayat bukan
dipakai sebagai modal usaha melainkan untuk kredit konsumtif. Paradigma ini
harus dirubah dalam masyarakat. Sebab
pemberian Kredit
Usaha Rakayat merupakan
bentuk bantuan pemerintah untuk memotivasi UMKM-K untuk dapat mengembangkan
usahanya. Kredit Usaha Rakyat yang disalahartikan dan disalahgunakan oleh
masyarakat hanya akan menghambat program ini karena akan menyebabkan
kepercayaan perbankan kepada masyarakat akan menurun.
Akibat kurangnya sosialisai juga mengakibatkan
sulitnya memperoleh calon debitur yang kredibel. Sedangkan dari sisi debitur,
kendala-kendala yang dihadapi UMKM adalah sulitnya pemenuhan aspek legalitas
seperti izin usaha, analisis kebutuhan kredit dan agunan tambahan. Selain itu
masih adanya anggapan bahwa Kredit Usaha Rakyat adalah bantuan pemerintah
sehingga kadang dianggap tidak perlu dikembalikan. Kondisi ini mirip seperti
saat dulu pemerintah pernah mencanangkan kredit usaha tani.
Ketidak jelasan peran petugas pelaksana menyebabkan
saling lepar tangung jawab sehingga petugas cenderung pasif dalam pelaksanaan
program khususnya petugas dari Dinas Perindagkop sebagai fasilitator masyarakat
kepada Bank, Pentingnya Kredit
Usaha Rakayatdalam mendorong kesejahteraan masyarakat membutuhkan peran
berbagai pihak, baik pihak Bank pelaksana sebagai penyalur dana kredit,
Pemerintah daerah sebagai fasilitator, maupun masyarakat sebagai subyek dari
program Kredit
Usaha Rakayat.
Masalah lain juga muncul dari segi Manajemen Usaha
Kecil, dan Menengah (UKM), tidak adanya kompetensi pengalaman dan kemampuan
pengambilan keputusan yang rendah dari pemilik adalah masalah utama dari
kebanyakan usaha kecil dan menegah. Para manajer yang sebagian merangkap
sebagai pemilik usaha biasanya tidak mempunyai kapasitas untuk
mengoperasikan usaha dan mereka memiliki kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan
tentang bisnis yang rendah, selain itu Pengendalian keuangan yang rendah
menyebabkan Lemahnya manajemen strategi Usaha, tidak mempunyai
perencanaan bisnis yang sebenarnya dapat digunakan untuk merencanakan
pengembangan usahanya. Pembuatan perencanaan bisnis mendorong pengusaha untuk
melihat potensi usahanya secara realistis namun sapek ini tidak di sentuh dalam
kebijakan kredit usaha rakyat. Lemahnya kendali pengawasan yang dilakukan pihak
bank dan pemerintah dalam proses penyaluran Kredit Usaha Rakayat memicu
besarnya resiko kredit macet.
Program Kredit Usaha Rakayat sebagi salah satu usaha
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pemerintah pusat, yang telah
berjalan sejak tahun 2007 dinilai oleh para pengusaha Warteg masih belum
efektif karena dalam pelaksanaannya tidak tepat sasaran dan tidak sesuai
kebutuhan sehingga pengusaha Warteg cenderung masih sulit mengembangkan
usahanya.
Sedangkan pemberdayaan yang selama ini di
jalankan oleh pemerintah daerah melalui beberapa instansi antara lain
Disperindagko Kota Tegal belum menunjukan perubahan yang lebih baik. Salah satu
bentuk Kegiatan
pemberdayaan usaha
kecil dan menengah yang ada di kecamatan margadana antara lain mencakup:
1.
Peningkatan
akses pengembangan SDM atau profesionalisme UKM, dengan tujuan membantu UKM
dalam mengatasi, keterbatasan akses informasi dan teknologi Meningkatkan
penguasaan teknologi, dengan tujuan meningkatkan efisiensi, produktifitas dan
daya saing UKM, agar UKM mampu melihat, menilai dan memahami perkembangan dan
perubahan yang terjadi dalam lingkungannya dan cepat tanggap mengantisipasi
setiap perubahan.
2.
Bantuan
pendamping usaha, Pelatihan, masyarakat pengusaha UKM. Tugas utama
pendamping ini adalah memfasilitasi proses Pelatihan Tataboga yang dilaksanakan
melalaui gerakan Ibu-ibu PKK, yang bertujuan memberi pengetahuan teknik dan
resep-resep baru dalam mengolah masakan dan menjadi mediator dalam mengakses
bantuan modal.
3.
Membantu
Peningkatan akses Pemasaran dan jaringan usaha dengan membentuk Paguyuban
Warung Tegal pada setiap daerah atau kota yang menjadi lokasi usaha Warung
Tegal, dengan tujuan agar UKM Warung tegal mampu menguasai, mengelola dan
mengembangkan pasar, degan berbagi informasi antar pengusaha.
4.
Peningkatan
akses bantuan modal usaha, dengan tujuan memperkuat struktur permodalan UKM dan
meningkatkan akses ke sumber-sumber pembiayaan, sebagai stumulan, tetapi harus
dijamin adanya kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan
yang masih lemah dan belum berkembang.
Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat
gejala-gejala bahwa pemberdayaan masyarakat bagi para Pengusaha Warteg masih
minim dan dinilai masih belum efektifnya upaya-upaya yang dilakukan dalam usaha
pemberdayaan, dikarenakan implementasi kebijakan Pemerintah yang belum
optimal, berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan
Pemerintah seperti sebagai berikut :
1. Masih kurangnya
sosialisasi kebijakan Pemerintah pusat tentang kredit usaha rakyat oleh
pemerintah Daerah kepada pengusaha Warung Tegal.
2. Kurang peran
pemerintah daerah sebagai wakil pemerintah pusat dalam memediasi pihak Bank
Pelaksana dalam menyalurkan Kredit Usaha Rakayat kepada pengusaha Warung
Tegal.
3. Kurang jelasnya tugas
dan fungsi pelaksana kebijakan Dalam hal ini posisi pemerintah daerah.
Di dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk
menganalisis masalah tersebut dengan menghubungkan dengan salah satu variabel
pengaruh yaitu implementasi kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakayat
(KUR) terhadap efektivitas pemberdayaan Usaha Kecil, dan Menengah Warung Tegal
(Warteg). Di dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk menganalisis masalah
tersebut dengan menghubungkan dengan salah satu variabel pengaruh yaitu
implementasi kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap
pemberdayaan UKM Warung Tegal Karena aspek kebijakan secara teoritis merupakan
serangkaian keputusan yang dapat dipergunakan sebagai landasan bertindak dalam
usaha mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Dengan memperhatikan latar belakang diatas dan untuk
mengetahui lebih dalam lagi mengenai usaha Kecil Menengah Warung Tegal di
Kecamatan Margadana Kota Tegal, dalam penelitian ini peneliti mengambil judul
“Pengaruh Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat
Terhadap Efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal di
Kecamatan Margadana Kota Tegal”.
1.2 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti
memfokuskan masalah pokok dalam penelitian ini adalah pengaruh implementasi
kebijakan pemerintah dalam Pemberdayaan Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) Warung
Tegal oleh Pemerintah masih kurang optimal. Terlihat dari adanya
program-program pembinaan dan pengembangan untuk UKM masih belum optimal,
kurangnya partisipasi masyarakat, rendahnya daya jual, dan lemahnya permodalan
membuat banyak pengusaha Warteg yang terjerat Utang.
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di
atas, maka permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1) Bagaimanakah
Implementasi Kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat khususnya pada
Usaha Kecil Menengah Warung Tegal (Warteg) di Kecamatan Margadana Kota
Tegal?
2) Bagaimanakah
Efektivitas Pemberdayaan pedagang Warung Tegal (Warteg) Kecamatan
Margadana Kota Tegal?
3) Seberapa besar
pengaruh Implementasi Kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap
Efektivitas pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal di Kecamatan
Margadana Kota Tegal?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui,
memahami, menganalisis, bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah tentang
kredit usaha rakyat terhadap pemberdayaan Warung Tegal di Kecamatan
Margadana Kota Tegal.
2. Untuk mengetahui,
memahami, menganalisis, bagaimana Pemberdayaan pengusaha Warung Tegal di
kecamatan Margadana Kota Tegal.
3. Untuk mengetahui,
memahami, menganalisis, seberapa besar pengaruh Implementasi Kebijakan
Pemerintah tentang Pemerintah tentang kredit usaha rakyat terhadap
pemberdayaan Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal.
1.5 Manfaat Penelitian.
Adapun
manfaat penelitian ini adalah :
1.5.1 Secara Teoritis,
a. Untuk
kepentingan Peneliti sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan Ilmu
Pengetahuan tentang kajian Ilmu Pemerintahan mengenai kebijakan, maka peneliti
disini mengambil penelitian tentang pengaruh implementasi kebijakan pemerintah
tentang Pemerintah tentang kredit usaha rakyat terhadap pemberdayaan
Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal.
b. Untuk
kepentingan Akademis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran baru dan berarti bagi
perkembangan dan kemajuan Ilmu Pemerintahan.
1.5.2.
Secara Praktis,
a. Penelitian ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.
b. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi Pemerintah dan Pemerintah
Daerah Kota Tegal dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah tentang kredit
usaha rakyat terhadap pemberdayaan Warung Tegal di Kecamatan
Margadana Kota Tegal.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab I
Pendahuluan meliputi :1.1 Latar Belakang Penelitian,1.2 Pembatasan Masalah, 1.3
Identifikasi Masalah, 1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian,1.5 Kegunaan
Penelitian,1.6 Sistematika Penulisan.
Bab II
Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran meliputi : 2.1 Tinjauan Pustaka dan
2.2.1 Paradigma penelitian, 2.2.2 Hipotesis, 2.2.3 Definisi Operasional
Bab III Objek dan Metode Penelitian meliputi : 3.1.1 Populasi, 3.1.2 Sampel
,dan 3.2.1 Tipe Penelitian, 3.2.2 Instrumen Penelitian, 3.2.3 Teknik
Pengumpulan Data, 3.2.4 Teknik Analisis Data, 3.2.5 Rencana pengujian keabsahan
data, dan 3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian.
Bab IV Hasil
Penelitian dan Pembahasan meliputi : 4.1 Hasil Penelitian dan 4.2
Pembahasan Hasil Penelitian.
Bab V
Kesimpulan dan Saran yang terdiri dari : 5.1 Kesimpulan dan 5.2 Saran.
Daftar Pustaka yang berisi daftar buku-buku atau literatur dan berbagai dokumen
yang dijadikan rujukan dalam penyusunan skripsi.
Lampiran
Riwayat
Hidup
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Pemerintah
Istilah pemerintah berasal dari kata perintah. Dalam
hal ini Ndraha (dalam Napitupulu, 2007 : 7) menyatakan bahwa istilah “Perintah
secara umum dimaknai, sebagai yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu atau
sesuatu yang harus dilakukan. Dengan demikian pemerintah dapat diartikan
sebagai orang, badan atau aparat yang mengaluarkan atau memberi perintah”.
Menurut Edward Finer (dalam Syafie dan Azikin, 2007 :
9) bahwa “Pemerintah harus mempunyai kegiatan terus-menerus (process),
negara tempat kegiatan itu berlangsung (state), pejabat yang memerintah
(the duty) dan cara, metode serta sistem (manner, method and system)
dari pemerintah terhadap masyarakat”.
Pemerintah menurut Soemendar (dalam Syafie dan
Azikin, 2007 : 9) yaitu “Badan yang penting dalam rangka pemerintahannya, perlu
memperhatikan pula ketentraman dan ketertiban umum, tuntutan dan harapan serta
pendapat rakyat, kebutuhan, kepentingan masyarakat, pengaruh-pengaruh
lingkungan, pengaturan-pengaturan komunikasi peran serta seluruh lapisan
masyarakat dan legitimasi”.
Adapun menurut Syafiie (2007 :20) pemerintahan berasal
dari kata “pemerintah”, yang paling sedikit kata “perintah” tersebut memiliki
empat unsur yaitu, ada dua pihak yang terkandung, kedua pihak tersebut saling
memiliki hubungan, pihak yang memerintah memiliki wewenang, dan pihak yang
diperintah memiliki ketaatan”.
Dengan demikian berdasarkan pengertian-pengertian
tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pemerintah memiliki arti luas dan
sempit, secara luas bahwa pemerintah adalah badan-badan publik tersebut adalah
badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan pengertian pemerintah
dalam arti sempit hanya selintas pada badan eksekutif, yaitu mempelajari
bagaimana melaksanakan koordinasi dan kepemimpinan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan
dalam hubungan-hubungan pusat dan daerah, antar negara, antar lembaga dan antar
yang memerintah dengan yang diperintah.
2.1.2. Pengertian Kebijakan
Kata “Kebijakan” merupakan merupakan terjemahan dari
bahasa Inggris yaitu “Policy”. Kalangan para ahli dalam menterjemahkan
istilah Policy berbeda satu sama
lain. Ada yang menterjemahkan kebijakan dan ada yang menterjemahkan
kebijaksanaan. Dalam Dunn (1955 : 10) hal tersebut diuraikan sebagai berikut :
“Secara Etimologis, istilah kebijaksanaan berasal dari bahasa Yunani dan
sansekerta yaitu Polis (Negara/Kota) dan Pur (Kota). Kemudian
istilah ini masuk kedalam bahasa Latin sebagai Politea (Negara) dan kepada
bahasa Inggris sebagaiPolicie, yang berkenaan dengan pengendalian
masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan. Asal kata Policy ini, sama dengan
kata-kata lainnya yaitu Police dan Politics. Inilah sebabnya
mengapa banyak bahasa modern seperti bahasa Jerman dan Rusia hanya memiliki
satu kata yaitu politik/politika untuk maksud politics dan policy dan akhirnya membuat
kekacauan disekitar disiplin-disiplin ilmu seperti Ilmu Politik, Administrasi
Negara dan Ilmu Kebijaksanaan”.
Sementara menurut Ibrahim (2004 ;1-2) mendefinisikan
tentang kebijakan dan kebijaksanaan yaitu :
a.
Kebijakan
(Policy)
1.
A
Definite course of Action Adopted for the Sake Expediency, Facility, Etc;
2.
Action
or Procedure Conforming to or Considered with Reference to Prodence or
Expediency;
3.
Prudence,
Practical wisdom or Expediency.
Dari ketiga penjelasan diatas dapat ditarik konsep
dasar bahwa : kebijakan itu adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan
aturan tertentu. Disebutkan juga bahwa kebijakan itu bentuk nyata (praktis)
dari kebijaksanaan.
b.
Kebijaksanaan
(Wisdom)
1.
The
quality or state of being wise, knowledge of what is true or right occupied
with good judgment;
2.
Scholary
knowledge or learning.
Dari Penjelasan diatas esensi yang dapat ditarik bahwa
kebijaksanaan tersebut adalah wujud dari sesuatu yang bijak, yang benar dan
yang merupakan sesuatu yang bijak, yang benar dan yang merupakn sesuatu yang
dianggap benar dengan cara yang benar pula. Tahapannya lebih bersifat abstrak,
suatu yang dianggap baik berdasarkan nalar kailmuan dan pengetahuan.
Sementara Syafiie (2003 : 168) mengungkapkan bahwa
“kebijakan (policy) berbeda dengan kebijaksanaan (wisdom) karena kebijakan
adalah perintah atasan, sedangkan kebijaksanaan adalah perubahan peraturan yang
sudah ditetapkan oleh aturan sesuai keadaan situasi dan kondisi”. Ndraha (2003
: 493), menetapkan kedua istilah trsebut sebagai sebuah sub system dari sistem
nilai dan mengartikan keduanya sebagai berikut :
1.
Kebijakan,
untuk policy,
yaitu pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi aktor atau lembaga yang
bersangkutan dan secara formal mengikat.
2.
Kabijaksanaan,
juga merupakan pilihan terbaik namun berdasarkan hati nurani aktor dalam
memecahkan suatu masalah yang secara etik dan moral mengikat.
Adapun peneliti akan menggunakan kata yang akan
mengacu kepada policy.
Namun demikian untuk definisi teori yang diungkapkan beberapa ahli dan
diterjemahkan sebagai kebijaksanaan tidak akan peneliti ubah menjadi kebijakan.
Kebijakan diartikan bermacam-macam menurut Derbyshire,
J. Denis (dalam Wibawa 1994 : 49), memberikan batasan terhadap policy sebagai “sekumpulan
rencana kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan efek perbaikan terhadap
kondisi-kondisi sosial dan ekonomi, dan Derbyshire menyebutkan bahwa policy merupakan produk
akhir setiap pemerintahan, dalam arti merupakan kesepakatan terakhir antara
eksekutif dengan wakil rakyat (legislative)”. Sedangkan Hofferbert,
Richard I (dalam Wibawa 1994 : 49), mendefinisikan kebijakan adalah : “Setiap
hubungan antara lembaga pemerintah dengan lingkungannya dan ia mengatakan “policy
is made in variety contexs. Different contexs produce different policies”.
Menurutnya konteks dari proses kebijakan, dan output (kebijakan itu sendiri).
Lebih jauh ia memerinci lingkungan kebijakan ke dalam dua bidang, yaitu kondisi
social ekonomi (misalnya seberapa tinggi derajat industrialisasi dan tingkat
kemakmuran)dan proses politik (misalnya corak hubungan antara eksekutif
legislative dan pola partisipasi massa)”.
Adapun James. E Anderson (dalam Wahab, 1990 : 27) yang
mendefinisikan kebijakan dengan mendefinisikan bahwa kebijakan dengan
menyatakan bahwa kebijakan “A purposive course of action followed by an
actor or set of actors in deadling with problem or matter of concern”.
Wahab menterjemahkannya bahwa “kebijakan adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh seorang actor untuk menangani suatu masalah atau hal yang
mengkhawatirkan”.
2.1.2.1. Kebijakan Publik
Nugroho (2003 : 49) mengartikan “Kebijakan Publik yang
terbaik adalah kebijakan yang mendorong setiap warga masyarakat untuk membangun
daya saingnya masing-masing, dan bukan semakin menjerumuskan kedalam pola
ketergantungan. Inilah makna strategis dari administrasi publik”.
Selanjutnya Donald F. Kettl (dalam Nugroho 2003 : 49)
mengemukakan bahwa administrasi publik mengahadapi empat isu kritikal yaitu :
“Pertama struktur, yang berkenaan dengan tantangan menguatnya swasta dan
menyusutnya pemerintahan (best government is least government). Kedua
berkenaan dengan proses administrasi publik, yaitu yang memperhadapkan
kenyataan bahwa sumber deficit terbesar di setiap Negara adalah proses
penyelenggaraan administrasi publik. Ketiga tentang nilai, yang antara lain
berkenaan dengan munculnya iconentrepreneurial government. Keempat
kapasitas, yaitu yang berkenaan dengan isu kecakapan dari administrator public
memanajemeni urusan-urusan publik”.
Kebijakan publik sebenarnya adalah kontrak antara
rakyat dengan penguasa akan hal-hal penting apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan bersama, sebuah istilah Jean Rousseau, filsuf social Perancis
yang sejaman dengan, Montesquieu sebagai the social contract
or principles of political rights, sebagai nama
Rousseau, (dalam Nugroho 2003 : 59) menyatakan bahwa “Kebijakan publik adalah
kontrak social itu sendiri”.
Thomas R. Dye (dalam Nugroho 2003 : 3) mendefinisikan
kebijakan publik yaitu “sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah,
mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama
tampil berbeda”. Harold Laswell (dalam Nugroho 2003 : 3 ) mendefinisikannya
“sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu,
nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu”. Carl I. Friedrick (dalam
Nugroho 2003 :3) mendefinisikan sebagai “serangkaian tindakan yang diusulkan
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan
ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut
ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan-hambatan yang
ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.
2.1.2.2. Implementasi Kebijakan
Kata Implementasi merupakan adaptasi
dari kata Implementation yang berasal dari
kata dasar “to implement”. Menurut Nugroho (2003 : 158) menjelaskan
bahwa “Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan public, maka ada dua pilihan langkah yang ada,
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui
formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut”.
Keberhasilan suatu kebijakan ditentukan atau
dipengaruhi pula oleh kebijakan itu sendiri. Menurut Tachjan (2006 : 21)
menjelaskan bahwa : “Dilihat dari prosesnya, efektivitas kebijakan publik akan
ditentukan atau dipengaruhi oleh pertama, proses perumusan kebijakannya ;
kedua, oleh proses implementasinya atau pelaksanaannya ; dan ketiga, oleh
proses evaluasinya. Ketiga tahapan kebijakan tersebut mempunyai hubungan kausal
dan siklikal”.
Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (dalam Wahab 1990 :
71) untuk dapat melaksanakan kebijakan Negara secara sempurna (perfect
Implementation) diperlukan beberapa syarat yang dikenal dengan “The Top
Down Approach” meliputi :
1. Kondisi eksternal
yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan
atau kendala yang serius.
2. Untuk pelaksanaan
program tersedia waktu dan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia
3. Perpaduan
sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia
4. Kebijaksanaan yang
diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal
5. Hubungan kausalitas
bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubung
6. Hubungan saling
ketergantungan harus kecil
7. Pemahaman yang
mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
8. Tugas-tugas diperinci
dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
9. Komunikasi dan
koordinasi yang sempurna
10. Pihak-pihak yang
memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang
sempurna.
Mirelle S. Grindle (dalam Nugroho 2003 : 53) yang pada
pemetaan kita beri label “GR” yang terletak di kuadran “puncak ke bawah” dan
lebih berada di “mekanisme paksa” dan pada “mekanisme pasar”. Model Grindle ditentukan
oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa
setelah kebijakan ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan.
Keberhasilannya ditentukan oleh derajat Implementabilitydari
kebijakan tersebut. Isi kebijakan mencakup :
1.
Kepentingan
yang terpengaruh oleh kebijakan Berkaitan dengan berbagai kepentingan yang
mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu
kebijakan dalam pelaksanaanya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana
kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.
2.
Jenis
manfaat yang akan dihasillkan Menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus
terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan
oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
3.
Derajat
perubahan yang diinginkan Seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin
dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
4.
Kedudukan
pembuat kebijakan Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan
penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus
dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang
diimplementasikan.
5.
(Siapa)
pelaksana program Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus di
dukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang teraarah demi keberhasilan suatu
kebijakan.
6.
Sumber
daya yang dikerahkan Pelaksana suatu kebijakan harus didukung oleh sumber daya
yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
Sementara itu Konteks implementasinya adalah :
1. Kekuasaan,
kepentingan dan strategi aktor yang terlibat Dalam pelaksanaan kebijakan perlu
diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang
digunakan oleh para aktor yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksana
suatu implementasi kebijakan.
2. Karakteristik lembaga
dan penguasa Karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi
suatu kebijakan.
3. Kepatuhan dan daya
tanggap Sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu
kebijakan.
Setelah kegiatan pelaksanaan kebijakan yang
dipengaruhi oleh isi atau konten dan lingkungan-lingkungan konteks diterapkan,
maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah
kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu
kebijakan dapat dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga terjadinya tingkat
perubahan yang terjadi.
Sedangkan menurut Marsee (dalam Hoogerwerf, 1983 :
168-174), implementasi kebijaksanaan akan tergantung kepada aspek-aspeknya,
aspek-aspek tersebut adalah :
a. Isi Kebijaksanaan :
“Kebijaksanaan yang dilaksanakan harus jelas, jika samar-samar isi kebijaksanaan
(tujuan dan sarana) dapat menggagalkan pelaksanaan kebijaksanaan”
b. Informasi
Kebijaksanaan : “Kejelasan informai dalam pelaksanaan kebijaksanaan merupakan
faktor yang penting, karena kekurangan informasi dapat mengakibatkan adanya
gambaran yang kurang lengkap dan tepat baik pada objek kebijaksanaan maupun
pada pelaksana mengenai isi kebijaksanaan yang akan dilaksanakan dari
hasil-hasil kebijaksanaan ini”
c. Dukungan
Kebijaksanaan : “Pelaksana kebijaksanaan akan berjalan dengan baik apabila
memperoleh dukungan dari pelaksana kebijaksanaan itu sendiri. Dukungan itu
meliputi kejelasan informasi, perolehan imbalan jasa dari objek kebijaksanaan”
d. Pembagian Potensi :
“Gagalnya pelaksana kebijaksanaan berkenaan dengan pembagian potensi yang tidak
seimbang antara fakta-fakta yang terlibat dalam pelaksana kebijaksanaan. Hal
ini berkaitn dengan organisasi pelaksana, antara lain tingkat deferensiasi dari
tugas-tugas, delegasi wewenang tanggung jawab, koordinasi dan sebagainya”.
Berkaitan dengan Pengaruh implementasi kebijakan
pemerintah tentang Kredit Usaha rakyat terhadap efektivitas pemberdayaan Usaha
Kecil dan Menengah Warung Tegal (Warteg) di Kecamatan Margadana Kota Tegal
tersebut teraplikasi sebagai berikut : berhasil atau tidaknya dalam rangka
pencapaian tujuan memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu implementasi
kebijakan.
Menurut George Edward III (dalam Winarno, 2002 : 125)
mengemukakan bahwa dalam implementasi kebijakan diperlukan variabel-variabel
pelaksanaan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu
:
1. Komunikasi memegang
peranan penting dalam proses kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi dan
kejelasan (clarity).
Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa
mereka yang melakasanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka
lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan
kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah
itu dapat diikuti. Komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat
oleh para pelaksana. Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara
cermat, jelas dan konsisten, tetapijika para pelaksana kekurangan sumber-sumber
yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi
inipun cenderung tidak efektif.
2. Sumber-sumber dapat
merupakan faktor yang penting untuk meliputi staf yang memadai serta
keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan
fasilitas-fasilitas yang diperklukan untuk menterjemahkan usul-usul di atas
kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.
3. Kecenderungan-kecenderungan
dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai
konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika
para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini
adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana
yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
4. Struktur birokrasi
yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh penting ada implementasi. Salah
satu dari aspek-aspek structural paling dasar dari suatu organisasi adalah
prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (Standard Operating
Prosedure, SOP). Prosedur-prosedur biasa ini
dalam menanggulangi keadaan-keadaan umum digunakan dalam organisasi-organisasi
public dan swasta. Dengan menggunakan SOP para pelaksana dapat memanfaatkan
waktu yang tersedia. Selain itu, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dari
para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang
pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan fragmentasi
organisasi adalah struktur organisasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan
kebijakan.
2.1.3. Pengertian Kredit
Pengertian Kredit Menurut
asal mula kata “kredit” dari kata Credere, yang dalambahasa Yunani artinya adalah kepercayaan, maksudnya adalah
apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperolah kepercayaan.
Sedangkan bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada
seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali.
Pengertian “kredit”
menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah “penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga”
Sedangkan pengertian kredit menurut Eric L. Kohler
(1964;154) “Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau
mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan dan
ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati”.
Pengertian kredit menurut Teguh Pudjo Muljono
(1989;45) : “Kredit adalah suatu penyertaan uang atau tagihan atau dapat juga
barang yang menimbulkan tagihan tersebut pada pihak lain. Atau juga memberi
pinjaman pada orang lain dengan harapan akan memperoleh suatu tambahan nilai
dari pokok pinjaman tersebut yaitu berupa bunga sebagai pendapatan bagi pihak
yang bersangkutan”.
Ikatan Akuntan Indonesia (2004:31.4) mendefinisikan
kredit sebagai berikut: “Kredit adalah pinjaman uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan,
atau pembagian hasil keuntungan. Hal yang termasuk dalam pengertian kredit yang
diberikan adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama, kredit dalam
restrukturisasi, dan pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchase
Agreement (NPA)”.
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa kredit
dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang. Kemudian
adanya kesepakatan antara bank sebagai kreditur dan nasabah penerima kredit
sebagai debitur, dengan perjanjian yang telah dibuat. Dalam perjanjian kredit
tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta
bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula dengan masalah sangsi apabila
debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat.
Sedangkan Pengertian
Kredit Usaha Rakyat Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
10/PMK.05/2009. tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, pengertian
KUR adalah : “kredit atau pembiayaan kepada UMKM-K (Usaha Mikro, Kecil,
Menengah-Koperasi) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang
didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif “.
Sedangkan pengertian Kredit Usaha Rakyat menurut Surat
Edaran PT. BRI (PERSERO) Tbk Nose: S.08-DIR/ADK/03/2010, Tentang Kredit Usaha
Rakyat: “Kredit Usaha Rakyat adalah kredit modal kerja dan atau investasi
kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) di bidang usaha
produktif dan layak namun belum bankable dengan plafond kredit sampai dengan
Rp.500 juta (total eksposur) dan dijamin oleh Perusahaan Penjamin”.
2.1.4. Efektivitas Pemberdayaan
2.1.4.1. Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata “Efektif” yang merupakan
suatu kondisi tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Handayaningrat (1992 : 18) mengemukakan definisi efektivitas adalah sebagai
berikut :
Efektivitas
adalah :”pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Jelas bila sasaran atau tujuan yang telah dicapai sesuai
dengan yang direncanakan adalah efektif. Efektivitas dalam pekerjaan yaitu
suatu tujuan yang telah tercapai sesuai rencana, berarti efektif walaupun belum
tentu efisien karena suatu pekerjaan Pemerintah jika telah selesai, tidak lain
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepentingan orang banyak baik politik,
sosial, budaya dan sebagainya”.
Dalam manajemen yang dimaksud dengan efektivitas
berkenaan dengan keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi. Landasan teori
pengujian hipotesis efektivitas pemberdayaan pengrajin sepatu mengacu pada
teori yang dikemukakan oleh para ahli. Antara lain sebagaimana yang dikemukakan
oleh Lubis (1986:33) mengemukakan bahwa :
Efektifitas berarti bahwa segala sesuatu dilaksanakan
berdaya guna yang berarti cepat, tepat, hemat, dan selamat.
1. Tepat, atinya apa
yang dikehendaki tercapai, kena sasaran, memenuhi target, dan apa yang
dicita-citakan menjadi relistis.
2. Cepat, artinya
sebelum waktu yang telah ditetapkan pekerjaan dapat diselesaikan atau sesuai
dengan waktu yang ditetapkan pekerjaan dapat diselesaikan.
3. Hemat, artinya tanpa
terjadinya pemborosan dalam bidang apapun dalam melaksanakan pekerjaan untuk
mencapai tujuan tersebut.
4. Selamat, artinya
tanpa mengalami hambatan-hambatan yang dapat menyebabkan kegagalan atau seluruh
usaha pencapaian tujuan tertentu.
Upaya pemberdayaan masyarakat dalam program
revitalisasi yang meliputi perbaikan infrastruktur dan peningkatan manajerial
dan juga pelatihan untuk memperkuat kemampuan masyarakat sebagai pelaku utama
(subjek) dan penerima manfaat (objek) pemberdayaan, dengan didampingi fasilitator
dari Dinas (pihak konsultan). Yang menjadi tolak ukur efektivitas pemberdayaan
masyarakat menurut Hidayat (1986 : 7) mengemukakan definisi efektivitas
adalah sebagai berikut :
Efektivitas
merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,
kualitas, dan waktu) yang dicapai, semakin besar target yang dicapai maka
semakin tinggi efektivitasnya.
a. Kualitas, yaitu tercapainya tujuan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dalam pelaksanaan program pemerintah.
b. Kuantitas, yaitu banyaknya masyarakat dan aparat yang
berpartisipas dalam pelaksanaan program pemerintah.
c. Waktu, yaitu ketepatan dan banyaknya waktu yang
dibutuhkan oleh masyarakat untuk ikut serta dalam program pemerintah.
Mengacu pada pengertian efektivitas yang dikemukakan
para ahli tersebut diatas, maka pengertian efektivitas pemberdayaan UKM Warteg
adalah suatu keberhasilan yang dicapai dalam proses pengembangan UKM Warteg di
Kecamatan Margadana Kota Tegal tepat sesuai sasaran.
2.1.4.2. Pengertian Pemberdayaan
Istilah pemberdayaan sering kali kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari dilingkungan masyarakat maupun lingkungan akademis.
Istilah pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris yaitu “empowerment”, dapat diartikan sebagai “pemberkuasaan”,
dalam arti pemberian atau peningkatan “kekuasaan” (power) kepada
masyarakat lemah.
Berdasarkan hasil dari penelitian kepustakaan tentang
pengertian diatas dinyatakan oleh Ife (dalam Suharto, 2005 : 59) pemberdayaan
memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan
disini diartikan buka hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit,
melainkan kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau
penguasaan klien atas :
1.
Pilihan-pilihan
personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat
keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan.
2.
Pendefinisian
kebutuhan : kemapuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan
keinginannya.
3.
Ide
atau gagasan : kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu
forum atau diskusi secera bebas dan tampa tekanan.
4.
Lembaga-lembaga
: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempangaruhi pranata-pranata
masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan.
5.
Sumber-sumber
: Kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.
6.
Aktivitas
ekonomi : kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi,
dan pertukaran barang serta jasa.
7.
Reproduksi
: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak,
pendidikan, dan sosialisasi.
Menurut Ndraha (2003 : 75-76) ada pemberdayaan dalam
arti empowering, yaitu pemberian
hak atau kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan dan memperjuangkan
aspirasinya atau menentukan masa depannya, jadi bersifat politik dan ada
pemberdayaan dalam arti enabling,
yaitu
proses belajar untuk meningkatkan ability, capacity,
dan capability masyarakat untuk
melakukan sesuatu demi menolong diri mereka sendiri dan membari sumbangan
sebesar mungkin bagi integritas nasional.
Sementara Soeharto (2005 : 58) menyatakan bahwa :
“Pemberdayaan menunjukan pada kemampuan orang. Khususnya kelompok rentan dan
lemah sehingga mereka mamiliki kekuatan dan kemampuan dalam (a) memenuhi
kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam
arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan,
bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan, (b) menjangkau sumber-sumber
produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan
memperoleh barang-barang dan jas-jasa yang mereka perlukan; dan (c)
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka.
Suharto juga mengemukakan (2005 : 59-60) bahwa pemberdayaan
adalah Sebuah proses dan tujuan Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian
kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dal;am
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami maslah kemiskinan,
Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjukan pada keadaan atau hasil yang ingin
dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki
kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya baik yang secara fisik, ekonomi, maupun sosial, seperti memiliki
kepercayaan diri, maupun menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan
sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.
Menurut pendapat Suhendra (2006 : 74) bahwa
pemberdayaan adalah : “Suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara
sinergis mendorong keterlibatan semua potensi. Dengan cara ini akan
memungkinkan terbentuknya masyarakat madani yang majemuk, penuh keseimbangan
kewajiban dan hak, saling menghormati tanpa ada yang merasa asing dalam
komunitasnya”.
Pemberdayaan tersebut merupakan upaya untuk memberikan
kemampuan, berdaya atau memiliki kekuatan sehingga menghasilkan kemandirian
kepada individu atau kelompok. Karena pemberdayaan dapat dilakukan kepada
individu dan kelompok. Menurut Wasistino (1998 : 46) pemberdayaan dapat
dibedakan menjadi empat macam dilihat dari sasaran dan ruang lingkupnya, yaitu
sebagai berikut : “Pemberdayaan pada individu anggota organisasi atau anggota
masyarakat; Pemberdayaan pada tim atau kelompok masyarakat; Pemberdayaan pada
organisasi; dan Pemberdayaan kepada masyarakat secara keseluruhan”.
Jika dilihat dari sasaran dan ruang lingkupnya maka
pemberdayaan yang dilakukan lebih terfokus kepada pemberdayaan pada tim atau
kelompok masyarakat. Namun karena didalam kelompok masyarakat terdiri dari
individu-individu, maka dengan sendirinya pemberdayaan dilakukan kepada
individu atau anggota masyarakat.
2.1.4.2. Metoda dan Teknik Pemberdayaan
Banyak sekali teknik pemberdayaan masyarakat yang
telah dihasilkan. Semuanya sangat bermanfaat dan membantu efektivitas dan
efesiensi upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Setiap teknik mempunyai
karakteristik sendiri. Ada beberapa teknik yang telah banyak digunakan orang
dalam melakukan pemberdayaan. Menurut Suhendra (2006 : 104) teknik-teknik
tersebut adalah :
1. Participatory Rural
Apraisal
2. Metode Participatory
Assement
3. Metode Lokakarya
4. Teknik Brainstorming
5. CO-CD (Comunity
Organization and comunity development).
Salah satu teknik pemberdayaan yang sudah lama dikenal
di Indonesia adalah PRA
(Participatory Rural Apraisal) yang
banyak digunakan untuk pemberdayaan masyarakat desa. Menurut Suhendra (2006 :
105-108) teknik dilakukan melalui penerapan 11 prinsip utama yaitu :
1.
Prinsip
mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan)
2.
Prinsip
pemberdayaan (penguatan) masyarakat
3.
Prinsip
masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator
4.
Prinsip
saling belajar dan menghargai perbedaan
5.
Prinsip
santai dan informal
6.
Prinsip
triangulasi
7.
Prinsip
mengoptomalkan hasil
8.
Prinsip
orientasi praktis
9.
Prinsip
keberlanjutan dan selang waktu
10.
Prinsip
terbuka
Dalam implementasi prinsip-prinsip itu menurut
Suhendra (2006 : 108-110) PRA melakukan lima program dasar, yaitu :
1.
Penjajagan
atau pengenalan kebutuhan
2.
Perencanaan
kegiatan
3.
Pelaksanaan
dan pengorganisasian kegiatan
4.
Pemanduan
kegiatan
5.
Evaluasi
kegiatan.
2.1.4.3. Proses Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan dasar pemberdayaan menurut Payne (dalam
Huraerah, 2008 : 86) adalah “menciptakan keadilan sosial dengan memberikan
ketentraman kepada masyarakat yang lebih besar serta persamaan politik dan
sosial melalui upaya saling membantu dan belajar melalui pengembangan
langkah-langkah kecil guna tercapainya tujuan yang lebih besar”. Namun
demikian, untuk memberdayakan masyarakat memerlukan rangkaian proses yang
panjang (tidak seketika) agar mereka menjadi lebih berdaya.
Proses pemberdayaan cederung dikaitkan sebagai unsur
pendorong sosial, ekonomi dan politik. Huraerah menyatakan bahwa pemberdayaan
adalah “suatu upaya dan proses bagaimana agar berfungsi sebagai “power” (driving’s
force) dalam pencapaian tujuan yaitu pengembangan diri (self-development)”.
Adapun proses pemberdayaan secara umum menurut Hikmat
(2004 : 44) proses pemberdayaan meliputi kegiatan-kegiatan berikut :
1.
Merumuskan
relasi kemitraan
2.
Mangartikulasikan
tantangan-tantangan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan yang ada
3.
Mendefinisikan
arah yang ditetapkan
4.
Mengeksplorasi
sistem-sistem sumber
5.
Menyusun
frame pemecahan masalah
6.
Mengoptimalkan
pemanfaatan sumber dan memperluas kesempatan-kesempatan
7.
Mengakui
temuan-temuan
8.
Mengintegrasikan
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
Proses pemberdayaan tersebut memperlihatkan bahwa
pemberdayaan memerlukan pemahaman ata kondisi lembaga atau masyarakat yang akan
diberdayakan. Proses pemberdayaan melibatkan kedua belah pihak, antara
masyarakat yang aka diberdayakan dengan pihak yang melakukan pemberdayaan.
Proses tersebut memerlukan pendampingan yang terus menerus. Sehingga dapat
mengukur suatu keberdayaan masyarakat atau unit usaha.
2.1.4.4. Pemberdayaan Dalam Bidang Ekonomi
Salah satu bidang ekonomi yang sering mendapat
perhatian dalam pemberdayaan ekonomi adalah Usaha kecil dan menegah,
peningkatan perhatian pemerintah, kalangan swasta, dan akademisi terhadap
kondisi usaha kecil menengah di indonsesia tidak terlepas dari
fenomena krisis ekonomi yang melanda indonesia sejak tahun 1997 sampai
saat ini pihak pihak tersebut menyatakan bahwa ekomoni informal yang
didalamnya termasuk usaha kecil dan menengah justeru menjadi penyelamat
ekonomi Indonesia pasca keruntuhan ekonomi konglomerasi era orde baru. Oleh
karena itu pemberdayana ekonomi, khususnya usaha kecil dan menengah perlu
mendapat pemehaman yang utuh secara konsepsional. Para ahli ekonomi telah ada
yang memberikan definisi pemberdayaan dalam pengefektifan ekonomi,
sebagai berikut: pemberdayaan menurut Prawirokusumoh (2001:91) adalah: “Segala
upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam bentuk,
Penumbuhan iklim usaha yang kondusif dan Pembinaan dan pengembangan yang didalamnya
berupa bimbingan dan bantuan perkuatan”
2.1.4.5. Ketidak berdayaan Masyarakat
Kelompok yang memiliki ketidakberdayaan, baik kondisi
internal (misalnya persepsi mereka sendiri) maupun kondisi eksternal (misalnya
ditindas oleh struktur social yang tidak adil). Senner dan Cabb (1972) dan
Conway (1979) (dalam Suharto, 2004 : 61) menyatakan bahwa “ketidakberdayaan ini
disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan
pengalaman dalam arena politi, ketiadan akses terhadap informasi, ketiadaan
dukungan financial, ketiadaan pelatihan-pelatihan, dan adanya ketegangan fisik
maupun emosional”.
Menurut Kieffer (dalam Suharto, 2004 : 63) bahwa
“pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan,
kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif”. Sedangkan kriteria
masyarakat yang bardaya menurut Suhendra (2006 : 86) adalah :
1) Mempunyai
kemampuan menyiapkan dan menggunakan pranata dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat
2) Dapat berjalannya
“botton up planning”
3) Kemampuan dan
aktivitas ekonomi
4) Kemampuan menyiapkan
hari depan keluarga
5) Kemampuan
menyampaikan pendapat dan aspirasi tanpa adanya tekanan.
Masyarakat yang tidak berdaya kurang memiliki atau
kurang mampu memiliki kriteria diatas. Dalam hal ini sangat dibutuhkan peran
pemerintah untuk melakukan pemberdayaan terus menerus dan berkelanjutan. Karena
masyarakat berdaya aka mampu dan kuat untuk ikut berpartisipasi dalam
pembangunan, mampu mengawasi jalannya pembangunan sehingga pembangunan akan
semakon berkembang dan akhirnya masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan.
2.1.5. Usaha Kecil
dan Menengah Warung Tegal (Warteg)
2.1.5.1. Pengertian
Usaha Kecil dan Menengah
Menurut Undang-Undang No 20 tahun 2008, Usaha Kecil dan
Menengah adalah
Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,yang dilakukan oleh
orang-perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagai mana di atur dalam
Undang-Undang ini. kriteria UKM menurut Undang-Undang Rebublik Indonesia
No 20 tahun 2008, tantang Usaha Kecil dan Menengah adalah :
Table
2.1 Kriteria Usaha Kecil dan Menengah menurut
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2008
Besar
Usaha
|
Kriteria
|
Mikro
|
- Kekayaan bersih
paling banyak Rp. 50.000.000 tidak termasuk tanah dan bagunan
-Memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000
|
Kecil
|
- Kekayaan bersih
lebih dari Rp 50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 tidak
termasuk tanah dan bagunan tempat usaha; atau
- Memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 sampai dengan paling banyak
Rp 2.500.000.000
|
Menengah
|
- Kekayaan
bersih lebih dari Rp 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp
10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bagunan temapat usaha ; atau
- Memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai dengan paling
banyak Rp 50.000.000.000
|
Sumber : UU RI No 20 Tahun 2008
Menurut Hafsah (1999:11) usaha kecil dan menengah
adalah: “kegiatan ekonomi yang memiliki hasil bersih atau hasil penjualan lebih
besar dari hasil bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil”.
Sedangkan menurut Susana Suprapti (2005: 48), UKM
(Usaha Kecil Menengah) adalah “Badan usaha baik perorangan atau badan hukum
yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak 200
juta dan mempunyai omset/nilai output atau hasil penjualan rata-rata pertahun
sebanyak Rp 1 Milyar dan berdiri sendiri”.
Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998
pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan
perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat”.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK),
termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah “Entitas usaha yang mempunyai memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas
usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari
Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan”.
Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai
perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai
penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva
setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati)
terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang
barang dan jasa).
Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah) menurut Surat
Edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK Tanggal 29 Mei 1993 adalah :
a.
Usaha
Kecil adalah yang memiliki total aset maksimum Rp 600 Juta, tidak termasuk
tanah dan rumah yang ditempati.
b.
Usaha
menengah adalah usaha ekonomi yang dikembangkan dengan perhitungan aset (di
luar tanah dan bangunan) mulai dari 200 juta sampai kurang dari 600 juta dengan
jumlah tenaga kerja mulai 20 orang sampai dengan 99 orang.
Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas tenaga kerja.” Usaha kecil
merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19
orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga
kerja 20 sampai dengan 99 orang”.
Table
2.2 Kriteria
Usaha Kecil Dan Menengah menurut Berbagi
versi
Organisasi
|
Jenis
Usaha
|
Keterangan
Kriteria
|
Badan puast
stastistik
|
Mikro
Kecil
Menengah
|
- Kurang dari 5
pekerja, termasuk termasuk tenaga keluarga yang tidak di bayar.
- Antara 5-19
- Antara 20-99
|
Bank dunia
|
Mikro
Kecil
Menengah
|
- Kurang dari 20
pekerja.
- Antara 20-150
pekerja.
- Asset kurang dari
US$ 500 ribu (diluar tanah dan bagunan )
|
Dekop PKM
|
Kecil Menengah
|
Omset sekitar US$
25 ribu-1 Juta
|
Bank Indonesia
|
Kecil
|
Asset kurang dari
US$ 300 ribu (di luar tanah dan bagunan )
|
Depperindag (UU No
9 Th 1999)
|
Menengah besar
Kecil
|
- Asset lebih dari
US$ 300 ribu.
- Asset kurang dari
US$ 100 ribu diluar tanah dan bagunan; omset tahunaan US$ 500;dimiliki orang
Indonesia independent tidak berfafilisasi dengan usaha menengah besar,
tidak perlu badan hukum.
|
Sumber: Rachbini dan
Arifin(1999)
Dengan demikian, usaha kecil dan menengah adalah usaha
yang didirikan oleh masyarakat dengan sekala yang kecil namun dapat
memberdayakan masyarakat dengan mengurangi jumlah penganguran dan meningkatkan
pendapatan asli daerah yang masih belum di ketahui potensinya, dan dan untuk
memperkokoh laju perekonomian nasioanal maupun daerah. Uasaha kecil dan
menengah adalah usaha yang diminati oleh masyarakat dari semua lapisan, mulai
dari lapisan bawah maupun lapisan atas, sehingga usaha kecil tidak tergantung
pada suatu tingkatan masyarakat saja.
2.1.5.2. Pengertian Warung Tegal (Warteg)
Menurut ketua Kowarteg Sastoro Warung
Tegal adalah:”salah satu jenis usaha gastronomi atau tata boga yang menyediakan
makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Biasa juga disingkat Warteg,
nama ini seolah sudah menjadi istilah untuk warung makan kelas menengah ke
bawah di pinggir jalan, baik yang berada di kota Tegal maupun di
tempat lain, baik yang dikelola oleh orang asal Tegal maupun dari daerah lain
di sekitar perbatasan kota tegal”.
Sedangkan pengertian Kata gastronomi berasal dari
Bahasa Yunani kuno gastros yang
artinya"lambung" atau "perut" dan nomos yang artinya
"hukum" atau "aturan" Gastronomi atau tata boga adalah: “seni atau ilmu akan makanan yang baik (good
eating)”. Penjelasan yang lebih singkat menyebutkan gastronomi sebagai
segala sesutu yang berhubungan dengan kenikmatan dari makan dan minuman. Sumber lain
menyebutkan gastronomi sebagai studi mengenai hubungan antara budaya dan makanan, di mana
gastronomi mempelajari berbagai komponen budaya dengan makanan sebagai pusatnya
(seni kuliner).
Gastronomi meliputi studi dan apresiasi dari semua
makanan dan minuman. Selain itu, gastronomi juga mencakup pengetahuan mendetail
mengenai makanan dan minuman nasional dari berbagai negara besar di seluruh
dunia. Peran
gastronomi adalah sebagai landasan untuk memahami bagaimana makanan dan minuman
digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Melalui gastronomi dimungkinkan untuk
membangun sebuah gambaran dari persamaan atau perbedaan pendekatan atau
perilaku terhadap makanan dan minuman yang digunakan di berbagai negara dan
budaya.
Warung tegal pada awalnya banyak dikelola oleh
masyarakat dari tiga desa di Tegal yaitu warga desa Sidapurna, Sidakaton &
Krandon, Kecamatan Margadana Kota Tegal. Mereka mengelola warung tegal
secara bergiliran (antar keluarga dalam satu ikatan famili) setiap 3 sampai
dengan 4 bulan. Yang tidak mendapat giliran mengelola warung biasanya bertani
di kampung halamannya. Pengelola warung tegal di Jakarta yang asli orang
Tegal biasanya tergabung dalam Koperasi Warung Tegal, yang populer dengan
singkatan Kowarteg. Kowarteg hingga saat ini masih kediketuai oleh Sastoro.
Hidangan-hidangan di warteg pada umumnya bersifat sederhana dan tidak
memerlukan peralatan dapur yang sangat lengkap. Nasi goreng dan Mi
instan hampir selalu dapat ditemui. Beberapa warung tegal khusus
menghidangkan beberapa jenis makanan, seperti sate
tegal, gulai dan minuman khas Tegal teh poci.
Yang unik dari bisnis Warteg ini, meski melayani
masyarakat menengah ke bawah, hasil yang didapatkan cukup besar. Hal ini
terbukti dari tingkat ekonomi para pengusaha Warteg yang cukup membanggakan. Di
Kelurahan, Sidapurna, Sidakaton, dan Krandon kita tidak perlu heran menyaksikan
rumah-rumah mewah dibangun di sana. Rumah-rumah itu kebanyakan milik para
pengusaha Warteg yang membuka usaha di Jakarta.
2.1.6 Keterkaitan Implementasi Kebijakan dengan
Efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil, Dan Menengah Warung Tegal (Warteg)
Keberhasilan suatu kebijakan ditentukan atau
dipengaruhi pula oleh kebijakan itu sendiri. suatu kebijakan dalam implementasinya
pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana kepentingan-kepentingan
tersebut membawa pengaruh terhadap, objek kebijakan atau sasaran kebijaka
.sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Menurut
George Edward III (dalam Winarno, 2002 : 125)
1. Komunikasi memegang
peranan penting dalam proses implementasi kebijakan yang efektif Komunikasi
harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana kebijakan.
2. Sumberdaya dapat
merupakan faktor yang penting untuk meliputi staf yang memadai serta
keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan
fasilitas-fasilitas yang diperklukan untuk menterjemahkan usul-usul di atas
kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.
3. Sikap para pelaksana
kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi
penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap
baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini adanya dukungan,
kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan
oleh para pembuat keputusan awal.
4. Struktur birokrasi
yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh penting ada implementasi. Salah
satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi adalah
prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (Standard Operating
Prosedure, SOP).Dengan menggunakan SOP para
pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Selain itu, SOP juga
menyeragamkan tindakan-tindakan dari para pejabat dalam organisasi-organisasi
yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya dapat menimbulkan
fleksibilitas yang besar dan fragmentasi organisasi adalah struktur organisasi
yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan.
Misal dalam hal ini kebijakan pemberdayaan Usaha Kecil
dan Menengah Warung Tegal memiliki keterkitan dengan. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas, dan waktu) yang dicapai, semakin besar target yang
dicapai maka semakin tinggi efektivitasnya.
Mengacu pada penjelasan tersebut diatas, maka kaitan Efektivitas pemberdayaan
sangat ditentukan pada perumusan isi kebijakan dan imlementasinya dan
proses evaluasinya. Tahapan-tahapan kebijakan tersebut mempunyai hubungan yang
saling mepengaruhi Masing-masing faktor dalam impementasi kebijakan akam
mempengaruhi efektiv tidaknya pemberdayaan yang dilakukan kepada Usaha Kecil
dan Menengah Warung Tegal.
2.2. Kerangka Pemikiran
Secara etimologisnya kata kebijakan dan kebijaksanaan
berasal dari kata yang sama “bijak”, dalam penggunaannya, kata kebijakan dan
kebijaksanaan mempunyai makna yang berbeda. Pengertian kebijakan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989 :
115), menyebutkan tentang pengertian kebijakan adalah sebagai berikut : “Kepandaian,
kemahiran, kebijaksanaan, rangkaian konsep atas hal yang menjadi garis besar
rencana dalam dan pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara
bertindak”.
Kebijakan adalah suatu aktifitas dari individu atau
sekelompok individu dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu yang telah
ditetapkan. Beberapa pakar seperti Laswell dan Kaplan (dalam Islamy, 2002:5)
mengidentifikasikan kebijakan sebagai “A projected programs of goals, values
and practices”. Definisi
ini mengacu kepada kebijakan sebagai program.
Dalam kenyataan, kata kebijakan sering digunakan dan
dipertukarkan maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal,
patokan dan maksud besar tertentu. Di dalam percakapan sehari-hari antara para
pembuat keputusan dan rekan-rekannya pergantian makna semacam ini bukanlah
masalah, biasanya dalam hubungan atau kaitan teknis atau administratif tertentu
kata ini mempunyai acuan khusus yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu.
Beberapa pengertian kebijakan dan kebijaksanaan
menurut para ahli, sebagai berikut :
1. Tachjan (2006 : 19)
menjelaskan bahwa : “Kebijakan itu sendiri adalah keputusan atas sejumlah atau
serangkaian pilihan yang berhubungan satu sama lain yang dimaksudkan untuk mencapai
tujuan”.
2. Carl j. Friedrich
(dalam Agustino, 2006 : 7) kebijakan adalah : “Serangkaian tindakan atau
kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam sustu
lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan)
serta kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dan dimana kebijakan
tersebut diusulkan agar berguna untuk mencapai tujuan”.
3. James Anderson (dalam
Islamy, 2001 : 17) : “Kebijaksanaan adalah serangkaian tindakan yang mempuntai
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan ole seorang pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu”.
Sedangkan menurut Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn
(dalam Wahab 1990 : 71) untuk dapat melaksanakan kebijakan Negara secara
sempurna (perfect Implementation) diperlukan beberapa syarat yang
dikenal dengan “The Top Down Approach” meliputi :
1.
Kondisi
eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan
gangguan atau kendala yang serius.
2.
Untuk
pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang diperlukan
benar-benar tersedia
3.
Perpaduan
sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia
4.
Kebijaksanaan
yang diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal
5.
Hubungan
kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubung
6.
Hubungan
saling ketergantungan harus kecil
7.
Pemahaman
yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
8.
Tugas-tugas
diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
9.
Komunikasi
dan koordinasi yang sempurna
10.
Pihak-pihak
yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang
sempurna.
Mirelle S. Grindle (dalam Nugroho 2003 : 53) yang pada
pemetaan kita beri label “GR” yang terletak di kuadran “puncak ke bawah” dan
lebih berada di “mekanisme paksa” dan pada “mekanisme pasar”. Model Grindle
ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah
bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka implementasi kebijakan
dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat Implementabilitydari
kebijakan tersebut. Isi kebijakan mencakup :
1.
Kepentingan
yang terpengaruh oleh kebijakan Berkaitan dengan berbagai kepentingan yang
mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu
kebijakan dalam pelaksanaanya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan
sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap
implementasinya.
2.
Jenis
manfaat yang akan dihasillkan Menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus
terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan
oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
3.
Derajat
perubahan yang diinginkan Seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai
melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
4.
Kedudukan
pembuat kebijakan Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan
penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus
dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang
diimplementasikan.
5.
Siapa
pelaksana program Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus di
dukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang terarah demi keberhasilan suatu
kebijakan.
6.
Sumber
daya yang dikerahkan Pelaksana suatu kebijakan harus didukung oleh sumber daya
yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
Sementara itu Konteks implementasinya adalah :
1. Kekuasaan,
kepentingan dan strategi aktor yang terlibat Dalam pelaksanaan kebijakan perlu
diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang
digunakan oleh para actor yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksana
suatu implementasi kebijakan.
2. Karakteristik lembaga
dan penguasa Karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi
suatu kebijakan.
3. Kepatuhan dan daya
tanggap Sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu
kebijakan.
Setelah kegiatan pelaksanaan kebijakan yang
dipengaruhi oleh isi atau konten dan lingkungan-lingkungan konteks diterapkan,
maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah
kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu
kebijakan dapat dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga terjadinya tingkat
perubahan yang terjadi.
Berkaitan dengan kredit usaha rakyat terhadap
Pemberdayaan Usaha kecil menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota
Tegal tersebut teraplikasi sebagai berikut : berhasil atau tidaknya dalam
rangka pencapaian tujuan memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu implementasi
kebijakan.
Menurut George Edward III (dalam Winarno, 2007 : 174)
mengemukakan bahwa dalam implementasi kebijakan diperlukan variabel-variabel
pelaksanaan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu
:
1.
Komunikasi
memegang peranan penting dalam proses kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi
dan kejelasan (clarity).
Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa
mereka yang melakasanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka
lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan
kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah
itu dapat diikuti. Komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat
oleh para pelaksana. Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara
cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber
yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi
inipun cenderung tidak efektif.
2.
Sumber-sumber
dapat merupakan faktor yang penting untuk meliputi staf yang memadai serta
keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan
fasilitas-fasilitas yang diperklukan untuk menterjemahkan usul-usul di atas
kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.
3.
Kecenderungan-kecenderungan
dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi
penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap
baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini adanya dukungan,
kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan
oleh para pembuat keputusan awal.
4.
Struktur
birokrasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh penting ada
implementasi. Salah satu dari aspek-aspek structural paling dasar dari suatu
organisasi adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (Standard Operating
Prosedure, SOP). Prosedur-prosedur biasa ini
dalam menanggulangi keadaan-keadaan umum digunakan dalam organisasi-organisasi
public dan swasta. Dengan menggunakan SOP para pelaksana dapat memanfaatkan
waktu yang tersedia. Selain itu, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dari
para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang
pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan fragmentasi
organisasi adalah struktur organisasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan
kebijakan.
Salah satu tantangan adalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat adalah faktor pemberdayaan, Menurut Suhendra (2006 :6) Suatu
kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong keterlibatan
semua potensi yang ada secara evaluatif dengan keterlibatan semua potensi.
dengan cara ini akan memungkinkan terbentuknya masyarakat madani yang
majemuk, penuh keseimbengan kewajiban dan hak, saling menghormati tampa ada
yang terasa asing dalam komunitasnya.
Sedangkan menurut Suharto (2005 :57) Pemberdayaan
adalah : Pemberdayaan atau pemerkuasaan (empowerment), berasal dari kata
‘power’(kekuasaan atau keberdayaan), karenanya ide utama pemberdayaan
bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan
dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan
,terlepas dari keinginan dan minat mereka.
Dari pendapat tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa pemberdayaan merujuk
pada pengertian perluasan kebebasan memilih bertindak. Bagi masyarakat khususnya
masyarakat pedagang kecil dan menengah kebebasan ini sangat terbatas karena
ketidak mampuan dalam menyuarakan pendapat dan ketidak perdayaan ketika
berhadapan dengan Negara (dalam hal pemerintah) maupun dengan sistem ekonomi
pasar yang ada saat ini karena itu pemberdayaan masyatakat lebih ditekankan
kepada : pertama meningkatkan kemampuan individu dalam berinofasi, dan
kemampuan permodalan
Unsur-unsur pemberdayaan menurut Suhendra (2006:
86-87) Meliputi:
1.
Kemampuan
politik yang mendukung;
2.
Suasana
kondusif untuk mengembangkan potensi secara menyeluruh;
3.
Motivasi
4.
Potensi
masyarakat
5.
Kerelaan
mengalihkan wewenag
6.
Peluang
yang tersedia
7.
Perlindungan;
dan
8.
Awarnees
Adapun indikator masyarakat berdaya menurut Suhendra
(2006:86) adalah
1.
Memiliki
kemampuan menyiapkan dan mengunakan prenata, sumber-sumber yang ada di
masyarakat
2.
Dapat
berjalannya”bottom up planning”
3.
Kemampauan
dan aktivitas
ekonomi
4.
Kemampuan
menyiapkan hari depan keluarga
5.
Kemampuan
menyampaikan pendapat dan aspirasi tampa adanya tekanan
Adapun tujuan pemberdayaan menurut Prawirokusumoh
(2001:17) adalah: “memberikan manfaat jangka panjang bagi kepentingan ekonomi
secara keseluruhan masyarakat”berdasarkan pendapat tersebut terlihat jelas
bahwa tujuan pemberdayaan bukan hanya untuk kelompok masyarakat tertentu,
tetepi untuk keseluruhan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya
meningkatkan kemandirian masyarakat dengan tujuan melepaskan belenggu
kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam
struktur kekuasaan.
Upaya pemberdayaan masyarakat dalam program
revitalisasi yang meliputi perbaikan infrastruktur dan peningkatan manajerial
dan juga pelatihan untuk memperkuat kemampuan masyarakat sebagai pelaku utama
(subjek) dan penerima manfaat (objek) pemberdayaan, dengan di dampingi
fasilitator dari pemerintah dalam hal ini Dinas terkait dan pihak bank
pelaksana KUR (pihak konsultan). Yang menjadi tolak ukur efektivitas
pemberdayaan.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa, pemerintah
memang telah mengupayakan Pemberdayaan UKM pada umumnya dan UKM Warung
Tegal pada khususnya melalui kebijakan Kredit Usaha Rakyat. Hanya saja belum
ada keseriusan pemerintah dalam mengoptimalkan pengambangan Usaha kecil
menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal. Namun keberhasilan
dari program tersebut harus juga melibatkan dukungan dari semua pihak, tidak
hanya pemerintah saja, akan tetapi dari seluruh lapisan masyarakat. Apabila
hanya mengandalkan pemerintah saja, maka keberhasilan program ini tidak akan
tercapai seperti yang telah direncanakan.
2.2.1. Paradigma Penelitian
Paradi
an paradigma tersealam pelaksanaan kebijakan tentang
pengembangan usaha kecil menengah, kelengkapan informasi yang diterima masih
belum jelas tentang Program Kredit usaha rakyat terhadap pemberdayaan UKM
warung tegal di Kecamatan margadana Kota Tegal
plementasi kebijakan tentang program kredit Usaha
rakyat terhadap pemberdayaan UKM warung tegal di Kecamatan margadana Kota
Tegal. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dengan
adanya program Kredit Usaha Rakyat pemberdayaan pegusaha warung tegal di
Kecamatan margadana Kota Tegal harus lebih ditingkatkan kembali mengingat bahwa
UKM Warteg sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar untuk berkembang.
Sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat kota tegal pada
umumnya dan para penusaha warteg pada umumnya dan dapat memberikan
keuntungan bagi pemerintah daerah kota Tegal. Dari uraian tersebut peneliti
berpendapat sebagai berikut :
1.
Kebijakan
merupakan serangkaian tindakan tertentu dan dilaksanakan dalam urutan waktu
tertentu berdasarkan implementasi kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha
Rakyat terhadap efektivitas pemberdayaan UKM Warteg di Kecamatan
Margadana Kota Tegal.
2.
Implementasi
kebijakan Pemerintah berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan yaitu : Komunikasi, Sumberdaya, Sikap pelaksana
kebijakan dan struktur birokrasi.
3.
Pemberdayaan
merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuatitas,
kualitas, dan waktu) yang dicapai, sehingga semakin besar target yang dicapai
maka semakin tinggi efektivitasnya.
4.
Implementasi
kebijakan Pemerintah berdasarkan faktor-faktor yang akan mempengaruhi
efektivitas pemberdayaan.
2.2.2. Hipotesis
Menurut Arikunto (2006:71) bahwa hipotesis dapat
diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan kerangka
pemikiran diatas, dalam penelitan ini
peneliti mengajukan hipotesis kerja sebagai berikut: implementasi
kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap efektivitas
pemberdayaan UKM Warteg di Kecamatan Margadana Kota Tegal.
Adapun hipotesis statistik yang digunakan adalah
sebagai berikut:
, tidak ada pengaruh implementasi kebijakan Pemerintah
tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap efektivitas pemberdayaan UKM Warteg di
Kecamatan Margadana Kota Tegal.
ada pengaruh implementasi kebijakan Pemerintah
tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap efektivitas pemberdayaan UKM Warteg di
Kecamatan Margadana Kota Tegal.
2.2.3. Definisi Operasional
Konsep-konsep sosial yang sudah diterjemahkan menjadi
satuan yang lebih operasional yakni : variabel dan konstruk, biasanya belum
sepenuhnya siap untuk diukur. Hal ini demikian karena variabel dan konstrak
sosial mempunyai beberapa dimensi yang dapat diukur secara berbeda. Menurut
Singarimbun (1995 : 46-47) “definisi operasional adalah unsur penelitian yang
memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel”. Dengan kata lain,
definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya
mengukur suatu variabel. Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah
yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.
Berdasarkan informasi tersebut dia akan mengetahui bagaimana caranya pengukuran
atas variabel itu dilakukan, dengan demikian dia dapat menentukan apakah
prosedur pengukuran yang sama akan dilakukan atau diperlukan prosedur
pengukuran yang baru.
Variabel dalam penelitian ini adalah Implementasi
Kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat dan efektivitas pemberdayaan
UKM Warteg Kecamatan Margadana Kota Tegal.
Variabel bebas : implementasi kebijakan Pemerintah
tentang Kredit usaha rakyat. dengan dimensi faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan yaitu :
a.
Komunikasi,
indikatornya :
1) Adanya pemahaman
Aparat Dinas Perindagkop dan petugas bank pelaksana terhadap isi kebijakan
2) Adanya sosialisasi
kebijakan Pemerintah kepada masyarakat pengusaha Warteg.
b.
Sumberdaya,
indikatornya :
1) Tersedianya sumber
daya manusia dalam hal kemampuan dan keterampilan.
2) Adanya
fasilitas-fasilitas yang menunjang program operasional kebijakan.
c.
Sikap
pelaksanaan kebijakan, indikatornya:
1) Adanya dukungan dari
pelaksana kebijakan terhadap pencapaian sasaran.
2) Kecakapan dari
pelaksana kebijakan dalam menyampaikan isi kebijakan Kredit Usaha Rakyat kepada
pengusaha Warteg.
d. Struktur Birokrasi,
indikatornya:
1) Adanya kejelasan
tugas dan fungsi pelaksana kebijakan.
2) Kejelasan prosedur
kerja berdasarkan Standard
Operating Procedures (SOP).
Variabel terikat : Efektivitas Pemberdayaan UKM Warteg
di Kecamatan Margadana Kota Tegal dengan dimensi sebagai berikut :
1) Kualitas,
indikatornya :
a. Tanggung jawab aparat
terhadap tugas pelaksanaan pemberdayaan
b. Koordinasi dengan
instansi lain yang berkompenten di bidang pemberdayaan
c. Kesadaran masyarakat
dalam pelaksanaan pemberdayaan
2) Kuantitas,
indikatornya :
a. Jumlah aparat yang
tersedia untuk mengelola pelaksanaan pemberdayaan
b. Jumlah masyarakat
yang mengikuti program pelaksanaan pemberdayaan
c. Jumlah perlengkapan
atau alat yang tersedia untuk pelaksanaan pemberdayaan
3) Waktu, indikatornya :
a. Sesuai alokasi waktu
yang dipergunakan untuk melaksanakan pemberdayaan
b. Sesuai jadwal waktu
kegiatan pemberdayaan masyarakat.
BAB
III
OBJEK
DAN METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek
penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Sesuai dengan
pendapat Sugiyono (2008:13) mendefinisikan objek penelitian adalah sebagai berikut:“Objek penelitian
adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu
tentang sesuatu hal objektif, valid dan reliable tentang suatu hal (variabel
tertentu).”
Definisi
objek penelitian menurut I Made Wirartha (2006:39) menyatakan bahwa: “Objek
Penelitian (variabel penelitian) adalah karakteristik tertentu yang mempunyai
nilai, skor atau ukuran yang berbeda untuk unit atau individu yang
berbeda atau merupakan konsep yang diberi lebih dari satu nilai.”
Dari
definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa objek penelitian adalah suatu
sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data
tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda. Objek penelitian
merupakan sasaran dengan tujuan dan kegunaan untuk mendapatkan data tertentu.
Objek penelitian dalam skripsi ini adalah Pengaruh Implementasi Kebijakan
Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat (variable X) Efektivitas Pemberdayaan
Usaha Kecil Dan Menengah Warung Tegal (variable Y).
3.1.1. Populasi
Pengertian populasi menurut Nawawi (1990:161) bahwa :
“Populasi adalah keseluruhan obyek-obyek penelitian yang dapat terdiri dari
manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu
dalam suatu penelitian”.
Populasi dalam penelitian ini adalah aparat Dinas
Perindustrian perdagangan dan koprasi Kota Tegal, Petugas Bank pelaksana dan
mayarakat pengusaha Warteg di Kecamatan Margadana Kota Tegal. Untuk
lebih jelasnya dapat peneliti rinci sebagai berikut :
1.
Aparat
Dinas Perindagkop Kota
Tegal : 10 orang
(N1)
2.
Petugas Pelaksana Bank BRI
Kota Tegal : 12 orang (N2)
3.
Pengusaha
Warung
Tegal
: 440 orang (N3)
Jumlah
: 462 orang ( N)
Dengan
demikian, jumlah populasi yang diperoleh adalah sebesar 462 orang.
3.1.2. Sampel
Teknik pengumpulan sampel yang peneliti gunakan adalah Stratified Random
Sampling. Menurut Nazir (2005 : 277) adalah populasi dibagi
dalam kelompok yang homogen lebih dahulu, atau dalam strata. Anggota sampel
ditarik dari setiap strata. Jika tidak semua strata ditarik sampelnya, maka ia
menjadi multiple
stage sampling.
Kemudian dalam menentukan ukuran sampel (n) dari
jumlah populasi (N) yang telah ditetapkan, peneliti menggunakan rumusan Taro
Yamane atau Slovin (dalam Riduwan dan Akdon,2006:249) dengan rumus:
Keterangan :
n = jumlah sampel.
N = jumlah populasi
= Presisi yang ditetapkan (tingkat kesalahan
pengambilan sampel, dalam hal ini ditetapkan sebesar 10%)
Adapun perincian perhitungan sampel sebagai berikut :
1. Aparat Dinas
Perindagkop Kota
Tegal : Orang
2. Petugas Pelaksana Bank BRI Kota
Tegal : Orang
3. Pengusaha Warung
Tegal
: Orang
Jadi Ukuran sampel penelitian ini adalah :
1. Aparat Dinas
Perindagkop Kota
Tegal : 2 Orang ( )
2. Petugas Pelaksana Bank BRI Kota
Tegal : 2 Orang ( )
3. Pengusaha Warung
Tegal
: 78
Orang ( )
Jadi
jumlah sempel
adalah
: 82
Orang ( n)
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Metode yang
digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode penelitian eksplanatif
(penjelasan). Menurut
Prasetyo (2006:43) penelitian eksplanatif dilakukan untuk menemukan penjelasan
tentang suatu kejadian atau gejala yang terjadi. Hasil akhir penelitian ini
adalah gambaran mengenai hubungan sebab akibat.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif
Menurut Sugiyono (2007:8) metode kuantitatif dapat diartikan sebagai ”metode
penelitian ini berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
3.2.2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian
yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1.
Pedoman
angket atau daftar pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada responden dan
bersifat tertutup yaitu responden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan
oleh peneliti dalam bentuk pilihan ganda.
2.
Pedoman
wawancara yaitu daftar pertanyaan yang digunakan dalam bertanya jawab dengan
Kepala Dinas Perindagkop Kota Tegal dan Petugas Bank Pelaksana Penyaluran
Kredit Usaha Rakyat,serta Pengusaha Warteg.
3.
1.
·
1.
1.
1.
Pedoman observasi
yaitu pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.
4.
Alat
dokumentasi, dengan menggunakan alat dokumentasi berupa kamera dan tape
recorder.
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah :
1.
Studi
pustaka, yaitu peneliti mengumpulkan data dengan mempelajari literatur maupun
teori-teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.
2.
Studi
lapangan, yaitu peneliti mengumpulkan data dengan melihat secara langsung
terhadap objek yang diteliti melalui :
a.
Angket,
yaitu pengumpulan data dengan membagikan angket quesioner kepada responden.
b.
Wawancara,
dilakukan terhadap Kepala Dinas Perindagkop, dan Petugas Bank Pelaksana
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat serta beberapa responden yang diperlukan dalam
mendukung angket penelitian.
c.
Observasi,
yaitu pengamatan terhadap objek yang dilihat secara nyata di lokasi penelitian.
3.2.4. Teknik Analisis Data
Data-data yang diperoleh dalam hasil penelitian
selanjutnya dianalisa dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif,
seperti dikemukakan Sugiyono (2002:112) yaitu :
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan
untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum atau generalisasi. Termasuk dalam statistic deskriptif antara
lain adalah penyajian data melalui table, grafik, diagram lingkaran,
perhitungan modus, perhitungan desil, perhitungan penyebaran data melalui
perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan persentase.
Dengan demikian, analisis data merupakan kegiatan yang
dilakukan peneliti dalam mengungkapkan makna dari data yang telah diperoleh
dari proses penelitian yang telah dilakukan serta digambarkan secara
kuantitatif.
Dalam kegiatan ini peneliti memberikan skor pada
setiap alternatiif jawaban dari daftar pertanyaan angket yang diajukan kepada
responden sesuai dengan bobot yang telah ditetapkan, yaitu bobot nilai
berdasarkan Sudjana (1989:113) yang menyatakan sebagai berikut :
“1. Alternatif jawaban (a) diberi nilai atau skor 3.
2. Alternatif jawaban (b) diberi nilai atau skor
2.
3. Alternatif jawaban (c) diberi nilai atau skor
1.”
Terlihat adanya variable bobot atau nilai skor jawaban
yang bergerak antara 1 sampai 3 dengan panjang n kelas interval yaitu :
Tingkat kategori jawaban yang diperoleh dari responden
disesuaikan dengan ukuran penilaian yaitu :
a. 2.34 – 3.00 termasuk
kategori “Baik”
b. 1.67 – 2.33 termasuk
kategori “Cukup”
c. 1.00 – 1.66 termasuk
kategori “Kurang”
Berdasarkan hasil penilaian dari variabel bebas dan
variabel terikat maka analisis variabel menggunakan rumus statistik yaitu rumus
rata-rata (Sudjana,1989:67) sebagai berikut :
Keterengan :
x =
menyatakan rata-rata hitung
xi =
menyatakan nilai jawaban
fi =
menyatakan frekuensi untuk nilai xi yang bersesuaian.
Σ =
menyatakan jumlah beruntu
Untuk mengetahui seberapa besar derajat hubungan
antara pelaksanaan penyaluran Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Margadana
Kota Tegal (variable bebas) dengan Efektivitas pemberdayaan UKM Warteg
(variable terikat) digunakan teknik Korelasi Product Moment, seperti
dikemukakan oleh Sugiyono (2002:148), yaitu :
Keterangan :
r
= menyatakan koefisien korelasi.
x
= menyatakan nilai variable x.
y
= menyatakan nilai variable y.
= menyatakan jumlah.
Pedoman yang digunakan untuk mengetahui tingkatan
seberapa kuat pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat tersebut maka
peneliti menggunakan pedoman pada table berikut ini :
Table
3.1.
Pedoman
Untuk Memberikan Interprestasi Koefisien Korelasi
No.
|
Interval
Koefisien
|
Tingkat
Hubungan
|
1.
|
0.00
– 0.199
|
Sangat
Rendah
|
2.
|
0.20
– 0.399
|
Rendah
|
3.
|
0.40
– 0.599
|
Sedang
|
4.
|
0.60
– 0.799
|
Kuat
|
5.
|
0.80
– 1.000
|
Sangat
Kuat
|
Sumber : Sugiyono (2002:149)
Selanjutnya untuk
menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel bebas terhadap variable terikat
dapat ditentukan dengan rumus koefisien diterminan, seperti dikemukakan oleh
Riduwan dan Akdon (2006:125) yaitu :
Keterangan :
KD = Nilai Koefisien Diterminan
r = Nilai Koefisien Korelasi
Kegiatan selanjutnya adalah uji signifikasi pengaruh yaitu apakah yang
ditentukan berlaku untuk seluruh populasi. Rumus uji signifikasi Korelasi
Product Moment menurut Sugiyono (2002:150) yaitu :
Keterangan :
t = t hitung (Test signifikasi)
r = Nilai Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel
Nilai t hitung tersebut dibandingkan
dengan nilai dari table distribusi (Tabel t) dan menggunakan derajat kebebasan
(dk) sebesar n -2.
Analisis korelasi yang diperoleh adalah :
1.
Jika t hitung ≤ t table maka Ho
diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan
Kebijakan Kredit Usaha Rakyat terhadap Efektivitas pemberdayaan UKM Warteg di
Kecamatan Mrgadana Kota Tegal.
2.
Jika t hitung > t table maka Ho
ditolak, artinya ada pengaruh pelaksanaan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat
terhadap Efektivitas pemberdayaan UKM Warteg di Kecamatan Mrgadana Kota Tegal.
3.2.5. Rencana pengujian
keabsahan data
Keabsahan data adalah kegiatan yang dilakukan agar
hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan dari segala sisi. Keabsahan data
dalam penelitian ini meliputi uji validitas internal (credibility),
validitas eksternal (transferability), reliabilitas (dependentbility),
dan obyektivitas (confirmability). Hal ini sesuai pendapat Sugiyono
(2009:366) yang menyatakan bahwa uji keabsahan data pada penelitian kualitatif
meliputi uji validitas internal (credibility), validitas eksternal (transferability),
reliabilitas (dependentbility), dan obyektivitas (confirmability).
1. Uji validitas
internal (credibility)
Uji validitas internal dilaksanakan untuk memenuhi nilai
kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian
harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden
sebagai informan. Kriteria ini berfungsi melakukan inquiry sedemikian rupa
sehingga kepercayaan penemuannya dapat dicapai.
Menurut Sugiyono (2009:368-375) Untuk hasil penelitian
yang kredibel, terdapat tujuh teknik yang diajukan yaitu. a. Perpanjangan
pengamatan, b. Meningkatkan ketekunan, c Triangulasi, d. Diskusi dengan
teman, e. Analisis kasus negative, f. Menggunakan bahan referensi, g.
Mengadakan member check
2. Reliabilitas (dependability).
Reliabilitas Berkenaan dengan derajat
konsistensi dan stabilitas data atau temuan,suatu data dikatakan reabel bila di
teliti oleh peneliti yang berbeda diperoleh data yang sama. Begitu juga bila
dilakukan dalam waktu yang tidaksama didapatkan data yang sama,tentunya
berkenaan dengan sempel yang sama. Uji reliabilitas dilaksanakan untuk menilai
apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak, dengan mengecek apakah
si peneliti sudah cukup hati-hati, apakah membuat kesalahan dalam
mengkonseptualisasikan rencana penelitiannya, pengumpulan data, dan
pengintepretasiannya.
3. Obyektivitas (confirmability)
Obyektivitas berkenaan dengan derajat kesepakatan
antara banyak orang terhadap data. Uji obyektivitas dilaksanakan dengan
menganalisa apakah hasil penelitian disepakati banyak orang atau
tidak.Penelitian dikatakan obyektif jika disepakati banyak orang. Data yang
obyektif memiliki kecenderungan valid dan reliabel tetapi dalam penelitian
kuantitatif belum tentu semua data yang objektif valid dan reliabel. ini
berkenaan dengan manusia mahluk yang sangat komplek.
Dari penjelasan tersebut jelas kiranya dalam penelitian
kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid, reliabel dan obyektif, maka
penelitian dilakukan dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel,
dilakukan pada sampel yang mendekati jumlah populasi dan pengumpulan serta
analisis data dilakukan dengan cara yang benar. Dalam penelitian kuantitatif,
untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel yang diuji validitas dan
realibilitasnya adalah instrumen penelitiannya, sedangkan dalam penelitian
kualitatif yang diuji adalah datanya.
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam kesempatan ini, peneliti memilih lokasi Penelitian di
Kecamatan Margadana
Kota Tegal. Kemudian
kegiatan penelitian dilakukan selama enam bulan yaitu dimulai pada bulan Maret
2011 sampat dengan Agustus 2011., dengan rincian sebagai berikut:
1.
Studi
pustaka pada bulan April 2011 sampai dengan bulan Mei 2011.
2.
Penelitian
awal pada bula Juni 2011.
3.
Penyusunan
usulan penelitian pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2011.
4.
Seminar
usulan penelitian pada bulan16 Agustus 2011.
5.
Penelitian
lapangan pada bulan Agustus 2011 sampai bulan September 2011.
6.
Pengolahan
data dan penulisan laporan pada bulan Agustus 2011 sampai dengan September
2011.
7.
Pra
sidang pada bulan Oktober 2011.
8.
Sidang
Skripsi pada bulan November 2011.
Secara lebih rinci, kegiatan dan waktu penelitian
dapat dikemukakan ke dalam bentuk tabel sebagai berikut dibawah :
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Keadaan Objek Penelitian
4.1.1.1. Keadaan
Geografis
Secara geografis wilayah kecamatan Margadana terletak
diantara 06,51’ LS –06,52’ LS dan 109,09’ BT – 109,10’ BT. dengan luas wilayah 11.76 Km², dengan batas
wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah
Utara : Kecamatan Tegal Barat
2. Sebelah
Timur : Kecamatan Tegal Timur
3. Sebelah
Selatan : Kecamatan Tegal Selatan
4. Sebelah utara
: Kabupaten Brebes
Dilihat dari Relief daerah kecamatan Margadana
termasuk wilayah dataran rendah dengan sruktur tanah, terdiri dari pasir dan
tanah liat. Sementara temperatur udara rata-rata 27,3’C atau suhu tropis degan
ciri pesisir pantai.
Secara Administratif Kecamatan Margadana termasuk
dalam wilayah Kota Tegal yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Tegah
yang terletak pada pesisir utara pulau jawa, Kecamatan Margadana meliputi 7
Kelurahan Serta terdiri atas 34 RW dan 189 RT, berikut ini Nama dan luas
kelurahan yang berada dalam wilayah Kecamatan Margadana.
Tabel
4.1 Nama Kelurahan dan Luas wilayah
No.
|
Kelurahan
|
Luas
(Km²)
|
|
1.
|
Kaligangsa
|
2,53
|
|
2.
|
Krandon
|
1,20
|
|
3.
|
Cabawan
|
1,28
|
|
4.
|
Margadana
|
2,41
|
|
5.
|
Kalinyamat Kulon
|
1,52
|
|
6.
|
Sumurpanggang
|
1,00
|
|
7.
|
Pesurungan Lor
|
1,82
|
|
8.
|
LUAS TOTAL
|
11.76
|
Sumber : Kecamatan Margadana Tahun 2011
Secara Demografis Keadaan penduduk kecamatan margadana yang tersebar di 7
Kelurahan masing-masing ada yang padat penduduknya adapula yang relative cukup
padat, secara umum penyebaran penduduk dengan komposisi adalah sebagai berikut
:
Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Menurut Jumlah Rumah
Tangga Dan Jenis Kelamin
KELURAHAN
|
JUMLAH RUMAH TANGGA
|
PENDUDUK
|
||
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
JUMLAH
|
||
Kaligangsa
|
2.914
|
5.470
|
5.327
|
10.797
|
Krandon
|
2.112
|
3.254
|
3.314
|
6.568
|
Cabawan
|
1.460
|
2.963
|
3.017
|
5.980
|
Margadana
|
5.048
|
6.536
|
6.254
|
12.790
|
Kalinyamat Kulon
|
1.631
|
2.713
|
2.818
|
5.531
|
Sumurpanggang
|
1.757
|
3.226
|
3.188
|
6.414
|
Pesurungan Lor
|
1.348
|
2.304
|
2.289
|
4.593
|
Jumlah
|
16.270
|
26.466
|
26.207
|
52.673
|
Sumber : Kecamatan Margadana Tahun 2011
Kepadatan penduduk rata - rata di kecamatan
Margadana Kota Tegal pada tahun 2011 sebesar 4.479 jiwa/Km² dengan
kepadatan penduduk tertinggi di kelurahan Sumurpanggang sebesar 641 jiwa/Km²
dan kepadatan terendah di kelurahan Pesurungan Lor sebesar 253 jiwa/Km².
4.1.1.2. Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan
Margadana Kota Tegal
Tugas Pokok :
Berdasrkan peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 13 Tahun
2008 Tentang Organisasi dan Tata kerja kecamatan dan kelurahan di kota tegal
dan peraturan walikota nomor 31 tahun 2008 tentang penjabaran tugas pokok dan
fungsi.berdasarkan hal tersebut Kecamatan margadana mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pemerintahan, pembagunan dan sosial kemasyarakatan berdasarkan
asas otonomi daerah dan tugas pembantuan dan tugas lain yang dilimpahkan oleh
walikota.
Fungsi :
Untuk menyelengarakan tugas pokok tersebut kecamatan
margadana memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Mengkoordinasikan
Penyelengaraan Kegiatan Pemerintah.
b. Mengkoordinasikan
kegiatan pemberdayaan Masyarakat.
c. Mengkoordinasikan
upaya penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum.
d. Mengkoordinasikan
penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan.
e. Mengkoordinasikan
pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
f. Membina
penyelengaraan pemerintah kelurahan.
g. Melaksanakan
pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum
dapat dilaksanakan oleh pemerintah kelurahan
4.1.1.3. Visi Misi Kecamatan Margadana Kota Tegal
V i s i :
“Mewujudkan Manajemen Pemerintahan Yang Efektif Melalui Kebersamaan Untuk
Memberikan Pelayanan Terbaik Bagi Masyarakat”. Visi ini diharapkan mampu
memberikan arah dan motivasi kepada aparatur dan segenap masyarakat Kecamatan
Margadana dalam melaksanakan segala kegiatan. Makna dari visi tersebut adalah :
Mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif. Kalimat tersebut mengandung
arti bahwa kondisi yang diharapkan yaitu pembangunan, sosial kemasyarakatan dan
jalannya roda pemerintahan di Kecamatan Margadana berjalan lebih baik. Melalui
kebersamaan, mengandung arti bahwa metode yang digunakan dalam mewujudkan
manajemen pemerintahan yang efektif adalah dengan kebersamaan baik intern
maupun ekstern.
Memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, mengandung arti bahwa pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat dibidang pemerintahan, pembangunan dan social
kemasyarakatan adalah pelayanan yang prima
M i s i :
Dari visi yang sudah dijelaskan diatas maka makna yang terkandung didalamnya
dapat dirumuskan bahwa Misi Kecamatan Margadana adalah sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan peran
serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan, pemerintahan dan social
kemasyarakatan.
2. Mendayagunakan
potensi wilayah menuju konsep pembangunan secara menyeluruh.
3. Meningkatkan kinerja
aparat kecamatan dalam upaya meningkatkan pelayanan prima
4.1.1.4. Tujuan Sasaran Kecamatan Margadana Kota
Tegal
Tujuan :
Tujuan yang ingin dicapai oleh Kecamatan Margadana pada tahun 2009 – 2014
adalah sebagai berikut:
1. Tergalinya
partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan, pemerintahan dan sosial
kemasyarakatan.
2. Tergalinya potensi
wilayah dalam usaha meningkatkan kompetensi.
3. Terciptanya pelayanan
prima yang baik bagi masyarakat
Sasaran :
1. Meningkatnya peran
serta / swadaya masyarakat.
2. Terwujudnya
peningkatan usaha ekonomi produktif di masyarakat dan terwujudnya lapangan
usaha di wilayah Kecamatan Margadana.
3. Tergalinya potensi
wilayah menuju konsep pembangunan yang menyeluruh.
4. Terwujudnya SDM
aparatur Kecamatan yang handal dalam memberikan pelayanan ynag dibutuhkan
masyarakat serta terwujudnya sarana dan prasarana yang memadai untuk memberikan
pelayanan kepada masyarkat.
4.1.1.5. Gambaran
Umum Dinas Perindusterian Perdaganagan Dan Koprasi Kota Tegal
Rencana
strategis dari suatu institusi tidak terlepas dari aspek evaluasi kinerja
periode sebelumnya. Hal ini merupakan tuntutan Undang-undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Khususnya Pasal 29 ayat
(2) yang menyatakan bahwa evaluasi kinerja dijadikan bahan bagi penyusunan
rencana Pembangunan Daerah untuk periode berikutnya. Dinas Perindusterian
Perdaganagan Dan Koprasi Kota Tegal merupakan salah satu satuan kerja Perangkat
Daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tegal Peraturan wali
Kota Nomor 31 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Dinas Daerah di
Lingkungan Pemerintahan Kota Tegal. Hal tersebut terbentuk sehubungan adanya
perubahan paradigma penyelenggaraan kewenangan bidang Pemerintahan yang semula
sentralisasi menjadi desentralisasi pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
dengan tujuan demokratisasi, pemberdayaan aparatur serta peningkatan pelayanan
kepada masyarakat.
4.1.1.6. Visi,
Misi, Tujuan, dan Sasaran Dinas Perindusterian, Perdagangan, dan koprasi
Kota Tegal
Visi :
Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Kota Tegal
melalui pengembangan koperasi usaha kecil menengah perindustrian dan
perdagangan yang berkualitas dan berwawasan lingkungan menuju Tegal yang
cerdas.
Misi :
a. Meningkatkan Kualitas
Kelembagaan koperasi dan UKM.
b. Meningkatkan Peranan
Koperasi dan UKM yang Berdaya Saing.
c. Meningkatkan Kualitas
SDM Koperasi dan UKM.
d. Menguatkan struktur
industri dengan memberdayakan potensi industri kecil dan menengah yang
berwawasan lingkungan.
e. Mengembangkan lembaga
dan sarana perdagangan serta sistem distribusi dalam negeri yang efektif dan
efisien serta memberikan perlindungan konsumen dan produsen.
Tujuan :
1. Meningkatkan pembinaan,
pengembangan usaha koperasi, usaha kecil, dan menengah agar memiliki daya saing
usaha dalam rangka meningkatkan perekonomian kota tegal.
2. Membangun dan
mengembangkan struktur industri dalam upaya menunjang pembangunan industri yang
berwawasan lingkungan.
3. Meningkatkan kegiatan
informasi perdagangan barang dan jasa dalam negeri serta menciptakan tertib
niaga dan pelaksanaan perlindungan konsumen dan produsen.
4. Meningkatkan
koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mendorong serta
mengembangkan hasil produksi melalui media promosi dan pameran dagang.
Sasaran :
a. Meningkatkan lembaga
koperasi yang aktif dan sehat.
b. Meningkatkan kemampuan
koperasi usaha kecil menengah dalam proses produksi, distribusi, dan pemasaran.
c. Meningkatkan
kemandirian dan daya saing koperasi, usaha kecil, dan menengah.
d. Meningkatkan
kemitraan antara koperasi, usaha kecil, dengan usaha menengah, dan besar.
e. Terwujudnya struktur
industri yang kuat dengan didukung oleh kerjasama antar sektor ekonomi lainnya.
f. Meningkatkan kualitas
pembinaan dan pelayanan terhadap pelaku dunia usaha dalam upaya meningkatkan
kuatitas dan kualitas produk.
g. Meningkatkan jumlah
wirausaha baru dalam menunjang pertumbuhan ekonomi kota.
4.1.1.7. Gambaran
Umum Bank BRI Unit Sumurpanggang
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan
Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21
tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan
terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah
Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk
menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, yang masih digunakan sampai dengan saat
ini. Bank BRI Unit Sumurpang merupakan bagian dari Bank BRI cabang Kota Tegal,
yang terletak di Kecamatan Margadana.
4.1.1.8.Visi, Misi, Tugas Pokok Dan Fungsi Bank BRI
Unit Sumurpanggan Sebagai Bank Peksana Kredit Usaha Rakyat
Visi : Menjadi
bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah.
Misi :
a.
Melakukan
kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha
mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat.
b.
Memberikan
pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan
didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek
good corporate governance.
c.
Memberikan
keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Tugas pokok : Menghimpun dan Maupun
penyaluran dana Masyarakat dalam rangka kegiatan pembangunan perekonomian.
Fungsi : Memberikan
Pelayanan, penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat seperti
jasa pengiriman uang , jasa penitipan barang berharga di tingkat kecamatan.
4.1.1.9. Program
Pemberdayaan UKM di Kecamatan Margadana
Berkaitan
dengan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka pemberdayaan usaha kecil
dan menengah melalui Pemerintah kecamatan membuat program yang, akan diuraikan
berdasarkan urutan sebagai berikut :
1.
Pengembangan
SDM atau Peningkatan profesionalisme UKM, dengan Pelatihan pengusaha UKM, dan
Penyuluhan Dengan tujuan membantu UKM dalam mengatasi, keterbatasan akses
informasi dan teknologi Meningkatkan penguasaan teknologi, dengan tujuan
meningkatkan efisiensi, produktifitas dan daya saing UKM, agar UKM mampu
melihat, menilai dan memahami perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam
lingkungannya dan cepat tanggap mengantisipasi setiap perubahan.
2.
Bantuan
pendamping usaha, Tugas utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses
Pelatihan Tataboga yang dilaksanakan melalaui gerakan Ibu-ibu PKK, yang
bertujuan memberi pengetahuan teknik dan resep-resep baru dalam mengolah
masakan dan menjadi mediator dalam mengakses bantuan modal.
3.
Membantu
Peningkatan akses Pemasaran dan jaringan usaha dengan membentuk Paguyuban
Warung Tegal pada setiap daerah atau kota yang menjadi lokasi usaha Warung
Tegal, dengan tujuan agar UKM Warung tegal mampu menguasai, mengelola dan
mengembangkan pasar, degan berbagi informasi antar pengusaha.
4.
Peningkatan
akses bantuan modal usaha, dengan tujuan memperkuat struktur permodalan UKM dan
meningkatkan akses ke sumber-sumber pembiayaan, sebagai stumulan, tetapi harus
dijamin adanya kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan
yang masih lemah dan belum berkembang, dengan memfasilitasi pengusaha yang akan
mengakses modal Kredit Usaha Rakyat di Bank, atau lembaga keuangan mikro lain
seperti koprasi simpan pinjam.
4.1.1.10 Gambaran Umum Usaha Kecil dan Menengah Warung
Tegal
Warung Tegal (selanjutnya saya
singkat Warteg) adalah
salah satu jenis usaha gastronomi yang
menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau, nama ini seolah sudah
menjadi istilah yang umum untuk warung makan kelas menengah ke bawah di pinggir
jalan, baik yang berada di kota Tegal maupun di tempat
lain, baik yang dikelola oleh orang asal Tegal maupun dari daerah lain.
Gastronomi atau tata boga adalah seni, atau ilmu akan makanan yang baik (good
eating). Sumber lain menyebutkan gastronomi sebagai studi mengenai hubungan
antara budaya dan makanan, di mana
gastronomi mempelajari berbagai komponen budaya dengan makanan sebagai pusatnya
(seni kuliner). Hubungan budaya dan gastronomi terbentuk karena gastronomi
adalah produk budidaya pada kegiatan pertanian sehingga
pengejawantahan warna, aroma, dan rasa dari
suatu makanan dapat ditelusuri asal-usulnya dari lingkungan tempat bahan
bakunya dihasilkan.
Dua ratus tahun yang lalu, kata gastronomi pertama kali muncul di zaman modern
tepatnya di Perancis pada
puisi yang dikarang oleh Jacques Berchoux (1804). Kendati popularitas
kata tersebut semakin meningkat sejak saat itu, gastronomi masih sulit untuk
didefinisikan. Kata gastronomi berasal dari Bahasa Yunani kuno gastros yang
artinya"lambung" atau "perut" dan nomos yang artinya
"hukum" atau "aturan".
Warung Tegal
adalah salah satu tipe warung makan atau usaha gastronomi, tataboga yang
dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, terutama melekat di kalangan masyarakat
kelas menengah ke bawah. Harga yang murah dan penyajian yang sederhana
merupakan ciri khas yang menjadi faktor utama mengapa warteg lebih melekat di
kalangan masyarakat tersebut. Sepiring nasi penuh, sepotong daging ayam, dan
kuah sayur, misalnya, dapat kita bayar hanya dengan harga Rp7000 Jika
dibandingkan dengan restoran Padang, harga menu makan di warteg jauh lebih
murah.
Makanan yang disajikan di warteg didominasi oleh hidangan Jawa. Maklum saja,
yang mempunyai usaha warteg adalah orang-orang Tegal yang merantau di kota-kota
besar, terutama di kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi, Bandung; Semarang, Solo, dan beberapa daerah lain.
Tegal sendiri adalah salah satu kota di Jawa Tengah yang terletak di
wilayah Pantura (Pantai Utara). Uniknya, di wilayah Tegal sendiri –menurut
penuturan pengusaha warteg, sulit menemukan warteg. Hanya ada beberapa warung
di jalan utama. Itu saja tidak sesemarak di luar daerah Tegal. Warteg cukup
potensial di luar daerah. Pasalnya, warteg bisa tumbuh dan berkembang ketika
berada di lingkungan atau di kawasan industri di kota-kota besar. Apakah
mungkin di wilayah Tegal sendiri dibentuk sentra warteg? Kemungkinan itu
tampaknya kecil. Hal ini disebabkan karena kebanyakan warga Tegal bukan
pendatang. Jadi, kalaupun mendirikan usaha warteg, kemungkinan untuk laris sangatlah
kecil.
Meski demikian, tidak ada sumber yang pasti, bagaimana bermulanya usaha warteg
ini di daerah-daerah yang saya sebutkan di atas. Namun, diperkirakan eksistensi
warteg mulai berkembang pada kurun tahun 1970-an ketika arus urbanisasi besar-besaran
mulai terjadi di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Pendorong utamanya,
jelas, bahwa orang-orang Tegal yang merantau memandang kota-kota besar, seperti
Jakarta dan sekitarnya merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Mereka pun
menamakan warung nasinya dengan nama “warung Tegal”, karena memang dimiliki
oleh orang-orang Tegal. Hampir seluruh usaha rumah makan tersebut di wilayah
manapun diberi label “warteg”. Ini bukan bisnis franchise, tapi istilah warteg
itu sendiri memang betul-betul sudah menjadi brand image atau dengan kata lain
sudah menjadi istilah yang merakyat di mata masyarakat Indonesia sampai saat
ini.
Tidak perlu aturan untuk meminta izin jika mendirikan rumah makan dengan nama
“warteg”, karena siapapun dapat dan boleh memakai label “warteg” tersebut untuk
menjalankan usahanya. Sehingga dengan “warteg” ini pula, hubungan kaum
perantauan dari Tegal ini dapat terjalin dengan baik sebagai sesama pengusaha
seprofesi. Oleh karena itu, para pengusaha warteg ini pun mempunyai inisiatif
untuk mendirikan perhimpunan kowarteg (Koperasi warung Tegal) yang bertujuan
untuk menjalin kerjasama dan membantu anggotanya melalui wadah koperasi
tersebut.
Banyaknya pendatang dari daerah ke Jakarta tentu menjadi alasan utama mengapa
warteg makin bertambah jumlahnya dan makin kuat eksistensinya. Dalam arti,
banyak dari mereka yang bekerja di wilayah Jakarta dan sekitarnya sebagai buruh
bangunan, buruh pabrik, tukang becak, sopir bus, dan profesi lainnya yang
umumnya berpenghasilan rendah. Penghasilan yang rendah dan keberadaan warteg
sudah pasti dihubungkan dengan kemampuan finansial untuk mencari biaya makan
yang murah. Maklum saja, biaya hidup di kota-kota besar begitu tinggi. Sehingga
dengan kondisi demikian, warteg menjadi solusi tersendiri bagi kaum ekonomi
menengah ke bawah untuk menikmati makan yang murah meriah.
Selain itu, target konsumen mereka adalah para mahasiswa daerah yang indekos.
Tidak heran kalau di daerah kampus, warteg dapat dicari dengan mudah. Ketika
saya pertama kali berkuliah di Cimahi maupun saat berjalan-jalan di Kota
Bandung, warteg memang menjadi tempat makan yang selalu penuh dengan mahasiswa,
terutama ketika jam makan siang. Kiriman uang dari orangtua yang terbatas
menjadi alasan utama, mengapa para mahasiswa memilih warteg.
Warga Tegal memang lebih suka menjadi Wiraswasta, sebagian besar membuka usaha
warteg yang tergabung dalam perhimpunan Kowarteg (Koperasi Warung Tegal). Jika
melihat sekilas usaha warung nasi yang dilakoni kaum perantauan dari Tegal ini,
mungkin tidak pernah terlintas di benak kita, bagaimana kehidupan mereka di
kampung halamannya. Saya malah pernah berpikiran, bahwa mereka yang mengais
rizki di daerah lain mungkin adalah orang yang kehidupannya susah di kampung,
sehingga dengan membuka usaha warteg ini setidaknya mereka dapat menafkahi
mereka dan keluarganya di kampung halaman.
Ternyata pikiran saya itu meleset. Bukan hanya sekedar untuk menafkahi keluarga
mereka, namun kesuksesan mereka ternyata layak diacungi jempol. Meski rata-rata
berpendidikan rendah, kekayaan mereka di tanah rantau sebagai pedagang warteg
tidak boleh dianggap remeh. Setiap pulang kampung, umumnya pada saat hari raya
Lebaran, para pengusaha warteg ini tak pernah lupa menyumbangkan uangnya, untuk
membangun linkungan dekat rumahnya atau desa masing-masing.
Suasana ramai pun tampak di rumah-rumah mewah (menurut ukuran warga Tegal,
karena bertembok dan bertingkat) milik pengusaha warteg yang sukses di Jakarta.
Bahkan, keramaian itu sebenarnya sudah tampak dua hari sebelum Lebaran. Sebab,
beberapa hari menjelang Lebaran warga yang sukses membagi-bagikan sembako
(sembilan kebutuhan bahan pokok) dan uang kepada warga tidak mampu. Para
pengusaha itu pun membuka pintu lebar-lebar pada saat Lebaran tiba. Selama masa
masa mudik itulah ekonomi Kabupaten Tegal menjadi lebih semarak dan perputaran
ekonomi menjadi lebih dinamis Setelah mengantongi uang banyak dari bisnis
warteg, banyak dari mereka yang membangun rumah besar di desanya. Meski
demikian, rumah itu hanya dihuni kalau mereka pulang, ya itu tadi, saat
Lebaran. Kalau hari-hari biasa banyak yang tanpa penghuni.
Itu sekilas rekaman kisah yang saya peroleh, baik dari pengalaman mengobrol
dengan pemilik warteg ketika masih kuliah dulu; maupun informasi yang pernah
saya baca dari media massa yang mengulas tentang bisnis warteg. Mereka memang
memiliki jiwa yang ulet, kreatif, dan mandiri, sehingga dapat meraih kesuksesan
seperti yang sudah saya kisahkan tadi. Bahkan, Pemerintah Daerah Tegal pernah
mempunyai rencana untuk mengutip Rp. 1000,- kepada tiap-tiap pengusaha warteg
yang tersebar ribuan jumlahnya di luar kota. Kalau program ini dilaksanakan,
jutaan rupiah tiap bulannya dapat mengucur ke kantong pemerintah daerah Tegal
untuk membangun desa-desa terpencil. Hal itu menjadi sebuah ukuran begitu
pentingnya peranan pengusaha warteg ini.
4.1.1.11. Kondisi Sentra Usaha
Kecil dan Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana
Sentra Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana sudah
sangat cukup dikenal, Keadaan para pengusaha Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal
di Kecamatan Margadana dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu :
a. Aspek Sumber Daya
Manusia
Keterampilan
yang dimiliki para pengusaha Warung Tegal didapat secara otodidak dari generasi
ke generasi secara turun temurun dilingkungan keluarga, selain itu para pekerja
pembantu atau pelayan warung tegal yang berperan dalam proses produksi
cenderung tidak berpengalam, kalu pun berpengalaman maka mereka cenderung
menuntut upah yang tinggi sehinga membebani ongkos produksi, selain itu saat ini
muncul kecenderungan tidak adanya regenersi pengusaha, hal ini terjadi karena
sikap dan mental dari generasi penerusnya yang cenderung lebih suka berkerja
menjadi Pegawai Negri atau kerja di peruashaan karena pengusaha Warteg
diangap sebagai pekerjaan rendah Akibatnya dirasakan semakin berkurangnya
jumlah pengusah yang di peroleh, yang apabila keadaan ini terus berlanjut dapat
di hawatirkan Usaha kecil dan menengah Warung Tegal tidak mampu bersaing dengan
usaha sejenis yang sedang berkembang seperti warung padang dan bisnis franchise
yang mengakibatkan kebangkrutan.
b. Aspek Manajemen
Proses pengelolaan usaha umumnya masih sederhana, karena masih ada dalam
lingkungan keluarga yang kadang kala menempatkan dirinya sendiri sebagai
pimpinan, kadang pula sebagai operator, dan berperan juga sebagai tenaga
pemasaran. Tujuan mereka membuka usaha belum jelas visi dan misinya, sehingga
terkesan agar bisa makan dan menyekolahkan anak sudah cukup puas. Sealin itu
variasi masakan yang cenderung tidak mengikuti selera pasar mengakibatkan usaha
warung tegal sulit untuk naik kelas,serta fuktuasi harga sembako juga
mempengaruhi ongkos produksi sementara harga jual sulit untuk dinaikan karaena
target pemasaran adalah kalangan ekonomi menengah bawah, Di samping itu belum
diterapkannya sistem manajemen modern menyebabkan sulitnya Usaha Kecil Menengah
untuk berkembang.
c. Aspek Permodalan
Keterbatasan modal Merupakan masalah klasik
pengusaha warung Tegal, hal ini di sebabkan tidak adanya jaminan/
anggunan untuk pinjaman kelembaga keuangan semisal Bank atau lembaga keuanagan
mikro lain, belum menerapkan manajemen keuangan yang moderen juga sebagi
salah satu masalah sulitnya pengusaha Warung Tegal untuk mengakses pinjaman modal.
d. Aspek Pemasaran
Lokasi pemasaran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Warung
Tegal yang banyak berada di kota-kota besar seperti Jakata, bogor, depok,
bekasi ( jabodetabek), dan Bandung meneyebabkan tingginya biaya kontrak tempat
usaha ini membuat tingginya modal yang di butuhkan untuk membuka tempat usaha
baru. Faktor ini yang menyebabkan kesulitan pengusaha warung Tegal untuk
berkembang, Selain Itu Usaha kecil dan mengah Warung Tegal yang belum berbadan
Hukum memyebabkan sulitnya mengakses program pengembangan UKM di lokasi
pemasaran faktor lain yang meneyebabkan sulitnya pengusaha warung Tegal
adalah domisili pengusaha yang berbeda dengan lokasi usaha sering mendapat
pungutan liar dari oknum Pemerintahan setempat. Sumber : Observasi di lapanagan,12
juni 2011
4.2. Pembahasan Hasil
Penelitaian
Dalam bab ini peneliti mencoba membahas implementasi
kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap efektivitas
pemberdayaan usaha kecil dan mengah (UKM) Warung tegal (Warteg) di Kecamatan
Margadana Kota Tegal, dimana kebijakan Pemerintah merupakan suatu produk dari
keputusan-keputusan yang akan diambil dan ditetapkan dalam rangka mencapai
suatu tujuan tertentu.
Kemudian peneliti membagi sistematika analisis
pembahasan sebagai berikut :
1) Sub bab 4.2.1.
Implementasi kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan
Margadana.
2) Sub bab 4.2.2.
Efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Warung tegal di Kecamatan
Margadana.
3) Sub bab 4.2.3.
Pengaruh Implementasi kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap
Efektivitas pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Warung tegal di Kecamatan
Margadana.
4.2.1. Implementasi
kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Margadana.
Implementasi kebijakan merupakan satu tahapan setelah
usulan kebijakan telah diterima dan disahkan oleh pihak yang berwenang.
Keberhasilan implementasi kebijakan akan tercapai dan ditentukan oleh
faktor-faktor implementasi kebijakan, yaitu komunikasi, sumberdaya, sikap
pelaksana kebijakan dan struktur birokrasi. Berdasarkan hasil analisis data
penelitian dari penyebaran angket kepada para responden dari item
pertanyaan-pertanyaan yang berpedoman pada matriks operasionalisasi variabel,
diketahui sebagai berikut :
1) Komunikasi
Faktor komunikasi merupakan proses penyampaian pesan
yang bertujuan untuk memberikan kejelasan kepada pelaksana kebijakan dalam
menyampaikan kembali kepada objek kebijakan sehingga membentuk kesamaan
penafsiran dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Komunikasi disini
berperan peran penting dalam menunjang keberhasilan implementasi kebijakan agar
pelaksana kebijakan mengetahui apa yang harus dikerjakan dan apa yang menjadi
tujuan. Tujuan kebijakan harus ditransmisikan (dipindahkan) kepada kelompok yang
menjadi sasaran sehingga akan mengurangi distosi (penyimpangan) implementasi.
Indikator yang digunakan dalam dimensi faktor-faktor
implementasi kebijakn yang pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1. Adanya pemahaman oleh
aparat Dinas Perindusterian perdagangan dan koprasi dan petugas Bank BRI Unit
sumurpanggang Sebagai pelaksana terhadap isi kebijakan.
2. Adanya sosialisasi
kebijakan Pemerintah kepada masyarakat pengusaha Warung Tegal.
Berdasarkan hasil penyebaran angket kepada responden
atas pertanyaan pada indikator adanya pemahaman terhadap isi kebijakan oleh
aparat Dinas Perindusterian perdagangan dan koprasi dan petugas Bank BRI Unit
sumurpanggang , dapat dilihat pada table sebagai berikut :
Jawaban responden tentang adanya pemahaman terhadap
isi kebijakan oleh aparat Dinas Perindagkop dan petugas Bank BRI Unit
sumurpanggang kecamatan Margadana Kota Tegal (n=82)
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan mengenai pengaruh implementasi
kebijakan Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat Terhadap efektivitas
Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota
Tegal, peneliti mengambil kesimpulan berikut ini :
Untuk variabel bebas yaitu implementasi kebijakan Pemerintah Tentang Kredit
Usaha Rakyat di Kecamatan Margadana. Hal ini berdasarkan hasil rata-rata hitung
yang didapat dari jawaban responden melalui penyebaran angket diperoleh nilai
sebesar 1,77 dan termasuk dalam kategori “Cukup” (1,67-2,33).
Untuk variabel terikat yaitu Efektivitas Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil
Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal masih belum efektif.
Hal ini berdasarkan hasil rata-rata hitung yang diperoleh dari jawaban
responden melalui penyebaran angket diperoleh nilai sebesar 1,62 dan termasuk
dalam kategori “kurang” (1,00-1,66).
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dikemukakan dalam bab
pembahasan ternyata t hitung lebih besar
dari pada t tabel sehingga
diperoleh t hitung pada daerah
penolakan Ho. Dengan demikian hipotesis statistik Ho yang menyatakan tidak ada
pengaruh antara implementasi kebijakan
Pemerintah
Tentang Kredit Usaha Rakyat Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Warung
Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal ditolak, dan hipotesis alternatif (Ha)
diterima. Dengan demikian hasil koefisien korelasi antara variabel bebas
terhadap variabel terikat yaitu sebesar 0,673 signifikan, dalam arti koefisien
korelasi tersebut dapat digeneralisasikan pada populasi dimana sampel diambil
atau data tersebut mencerminkan keadaan populasi.
Dalam perhitungan koefisien korelasi, yaitu . Jadi koefisien
diterminannya adalah Hasil
ini menunjukan bahwa ada pengaruh implementasi kebijakan Pemerintah Tentang
Kredit Usaha Rakyat Terhadap Efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah
Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kata Tegal adalah sebesar 45,29%, sedangkan
sisanya 54,71% adalah faktor-faktor lain yang ikut memperngaruhi terhadap pemberdayaan
pengusaha UKM Warteg di Kecamatan Margadan.
Dari uraian tersebut, peneliti menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis Korelasi Product
Moment menunjukan
terdapat pengaruh antara implementasi kebijakan Pemerintah Tentang Kredit Usaha
Rakyat Terhadap efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Warung Tegal di
Kecamatan Margadana Kota Tegal, sehingga hipotesis yang peneliti ajukan yaitu :
“Pengaruh implementasi kebijakan Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat
Terhadap efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Warung Tegal di
Kecamatan Margadana Kota Tegal”, telah teruji secara empirik melalui penelitian
di lapangan.
5.2. Saran
Berdasarkan uraian dalam pembahasan dan kesimpulan mengenai Pengaruh
implementasi kebijakan Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat Terhadap
efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Warung Tegal di Kecamatan
Margadana Kota Tegal. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin memberikan saran
untuk Pemerintah Kota Tegal Khususnya Kecamatan Margadana dan Dinas
Perindusterian, Perdagangan dan Koprasi Kota Tegal dan seluruh jajarannya
sebagai berikut :
Diharapkan Dinas Perindusterian, Perdagangan dan Koprasi dan instansi yang
terkait lainnya lebih mengintensifkan kegiatan sosialisasi kebijakan yang
terkait dengan pemberdayaan, sehingga mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan kebijakan Pemerintah tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah
dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan dari masyarakat pengusaha
dan pengrajin.
Pemerintah Kota Tegal Khususnya pemerintah kecamatan Margadana seharusnya lebih
memperhatikan sfasilitas-fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai untuk
menunjang pengembangan ekonomi di sentra UKM, seperti penyediaan sarana
informasi yang bertujuan sebagai media komunikasi dan sosialisasi kebijakan
dalam pengembangan dan pemeberdayaan UKM.
Sedangkan untuk dinas perindusterian, perdagangan dan
koprasi diharapkan lebih aktif mendekati sentra UKM Warteg untuk memberikan
pelatihan dan pendampingan, baik teknis ataupun moral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar